Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Udang Terpapar Radioaktif, Pemerintah Hentikan Sementara Impor Besi Tua

Kompas.com - 08/10/2025, 21:37 WIB
Suparjo Ramalan ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menghentikan sementara pemberian rekomendasi impor scrap metal atau besi tua.

Langkah ini diambil setelah temuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) yang mendeteksi zat radioaktif Cesium-137 (Cs-137) pada produk udang asal Indonesia.

Kebijakan penghentian sementara itu menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tengah memperketat pintu masuk bahan baku impor yang diduga menjadi sumber penyebaran kontaminasi radioaktif di dalam negeri.

Baca juga: AS Kembalikan 29 Kontainer Udang Indonesia, Kemenko Pangan Sebut 18 Kontainer Negatif Radiasi Cesium

Ketua Divisi Diplomasi dan Komunikasi Publik Satgas Cs-137, Bara Hasibuan, mengatakan bahwa tanpa adanya rekomendasi tersebut, seluruh proses impor scrap metal otomatis tidak dapat dilakukan.

Rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup menjadi syarat utama dan kunci dalam proses perizinan impor, sehingga pengetatan ini secara efektif menutup sementara jalur masuk besi tua dari luar negeri.

“Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengetatan restrictions terhadap importasi scrap metal. Dalam arti, Kementerian Lingkungan Hidup tidak akan memberikan rekomendasi sementara terhadap importasi scrap metal,” ujar Bara Hasibuan dalam konferensi pers di gedung Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).

“Jadi rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup itu adalah kunci untuk bisa melakukan importasi scrap metal. Kalau Kementerian Lingkungan Hidup tidak memberikan rekomendasi, maka importasi otomatis tidak bisa dilakukan,” paparnya.

Kendati demikian, kebijakan tersebut belum dapat dikategorikan sebagai moratorium permanen untuk impor scrap metal.

Saat ini, pemerintah masih menunggu hasil penelusuran sumber pasti kontaminasi Cs-137 sebelum menetapkan langkah lanjutan.

Bara mengungkapkan bahwa titik kontaminasi sebenarnya sudah lama diidentifikasi.

Namun, bagaimana bahan baku terkontaminasi itu bisa masuk ke fasilitas industri masih dalam tahap penyelidikan.

“Sumber kontaminasi sudah kita identifikasi, sudah lama itu ya. Tapi bagaimana scrap metal yang terkontaminasi itu bisa sampai ke lokasi pabrik PT Peter Metal Technology itu masih kami selidiki,” beber Bara.

Kejadian itu menjadi alarm bagi pemerintah agar lebih ketat melakukan pengawasan terhadap peredaran bahan-bahan berpotensi radioaktif, termasuk isotop Cs-137 yang juga digunakan di sektor medis dan industri.

Hingga saat ini, pemerintah menduga scrap metal terkontaminasi Cesium-137 menjadi salah satu sumber utama penyebaran zat radioaktif yang akhirnya mempengaruhi sejumlah produk makanan, termasuk udang yang ditolak pasar AS.

“Tapi yang penting sekarang ini adalah restriction awal yang kita terapkan pada importasi scrap metal. Yang kami duga itu menjadi salah satu sumber, bahwa scrap metal terkontaminasi itu beredar di Indonesia, sampai kemudian menimbulkan kontaminasi pada produk makanan,” ucapnya.

Baca juga: FDA Perketat Impor Udang dan Rempah Indonesia Usai Temuan Radioaktif

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS Pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS Pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Ekbis
Kenalin Bobibos, BBM Nabati yang Diklaim Ramah Lingkungan
Kenalin Bobibos, BBM Nabati yang Diklaim Ramah Lingkungan
Energi
PKH November 2025 Sudah Cair, Begini Cara Cek Penerimanya
PKH November 2025 Sudah Cair, Begini Cara Cek Penerimanya
Ekbis
Di Bawah Kepemimpinan Hendrik Komandangi, Bank Saqu Jadi Mitra Pertumbuhan Korporasi
Di Bawah Kepemimpinan Hendrik Komandangi, Bank Saqu Jadi Mitra Pertumbuhan Korporasi
Ekbis
Daftar Tarif Listrik Terbaru Mulai Oktober 2025, Harga per KWH untuk Semua Golongan
Daftar Tarif Listrik Terbaru Mulai Oktober 2025, Harga per KWH untuk Semua Golongan
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau