JAMBI, KOMPAS.com - Aroma khas jeruk purut menembus celah-celah papan tua Rumah Pesusun Depati Simpan Negeri, rumah tua dengan arsitekur bangunan kuno yang terletak di Desa Kotobaru, Semurup, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Malam itu, Rabu 25 Juni 2025 pukul 21.00 WIB, aroma dari jeruk purut, jeruk kunci, jeruk kapas dan jeruk padang mendominasi ruang hingga teras rumah itu.
Perpaduan aroma dari empat jenis jeruk ini menjadi penyampai pesan bahwa tradisi Mandi Balimau di Desa Koto Baru Semurup, Desa Air Tenang, dan Desa Sawahan Jaya, Kabupaten Kerinci, akan dimulai.
Aliran Sungai Batang Merao, Desa Air Tenang, Kerinci, Jambi, menjadi titik pada Puncak Mandi Balimau berlangsung pada Kamis, 26 Juni 2025, pukul 09.00 WIB.
Baca juga: Karena Cuaca, Warga di Kuansing Riau Diminta Tak Lakukan Tradisi Mandi Balimau Kasai
Namun, satu malam sebelum puncaknya, rumah Pesusun Depati Simpan Negeri mulai dihadiri perwakilan lima suku, yakni Suku Ujung Jayokarti, Mangku Meano, Ujung Tibajo, Ujung Sukolamat.
Masing-masing suku mengantar empat jenis jeruk ke Rumah Pesusun, yang dibawa dari masing-masing rumah gedang (Rumah pemimpin suku) kelima suku di tiga desa tersebut.
Mupu Limau, menjadi titik awal tradisi Mandi Balimau dilaksnakan. Mupu Limau, artinya mengumpulkan limau (jeruk dalam bahasa Kerinci adalah limau).
Dalam tahapan ini, pemangku adat dari lima suku membawa limau ke rumah Pesusun, yang setelahnya akan dilakukan prosesi Ngihi Limau (mengiris jeruk).
Ngihi Limau dilakukan secara bersama-sama, laki-laki dan perempuan yang duduk bersama di rumah pesusun. Ratusan butir dari empat jenis jeruk ini kemudian diiris, dimasukkan dalam ember berukuran sedang.
Bagian ini juga memiliki syarat khusus yakni, orang pertama yang mengiris jeruk adalah Depati Simpan Negeri, disusul Depati Semurup Ijungkarti, kemudian Depati Salihbujang, dan terakhir adalah Salih Kuning Barajato Panjang.
Sebelum pengirisan, terlebih dahulu dilakukan salawat. Secara filosofis, jeruk purut, ditandai sebagai jeruk tertua, jeruk kunci dimaknai untuk mengunci semua keburukan, jeruk kapas untuk membersihkan, dan jeruk padang untuk menerima keberkahan.
Irisan demi irisan jeruk, membuat udara berubah menjadi wangi yang khas, merebak ke seluruh sisi rumah.
Tak terasa, ember-ember kosong itu telah terisi penuh irisan jeruk, tangan-tangan itu tampak sedikit keriput akibat irisan air jeruk.
Baca juga: Mandi Balimau Kasai di Sungai Kampar, Tradisi Bersihkan Diri Jelang Ramadhan
Itu artinya, proses Ngihi Limau selesai, dan masuk pada prosesi Nebah Limau (Doa berkat dari Depati untuk empat jenis jeruk yang diiris).
Pada bagian Nebah Limau, Depati melakukan doa agar jeruk yang dipakai untuk Mandi Balimau diberkahi.
"Setelah itu maka masuk pada prosesi Balimau, yakni Izin Depati, Nyujung Limau, dan menurunkan Limau Tuo," kata Ade Putra Yudi Salih Kuning Barajato Panjang, saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (26/5/2025).
Pada prosesi izin Depati, para Ninik Mamak memohon izin kepada Depati agar proses Mandi Balimaunya segera dimulai.
Setelah mendapatkan restu, maka selanjutnya adalah prosesi Nyujung Limau atau membawa jeruk ke aliran Sungai Batang Merao, Desa Air Tenang, Kerinci, Jambi.
Pada momen inilah, hampir sekira 2.000 orang mulai berkumpul. Depati, Ninik Mamak yang awalnya berkumpul di Rumah Pesusun mulai keluar.
Para hulubalang, yang mengenakan jubah warna merah cerah, dan pedang di tangannya mulai beratraksi.
Sesekali hulubalang menggoreskan pedangnya ke aspal, yang menimbulkan suara keras, seolah peringatan agar ribuan orang yang berjejer sepanjang di tepi jalan membuka diri, agar para depati dapat berjalan lancar menuju sungai.
Dengan kawalan hulubalang dan suara khas dari gong yang dipukul, para depati dan ninik mamak mulai menuju pusat Mandi Balimau.
Ribuan orang kemudian dengan rapi mengikuti iringan tersebut. Setibanya di sungai, maka selanjutnya adalah prosesi Menurunkan Limau Tuo.
Menurunkan Limau Tuo ini, dilakukan oleh seorang Depati yang berarti orang pertama kali menyiramkan irisan jeruk di sungai.
Baca juga: Tradisi Menyambut Ramadhan, dari Balimau di Riau hingga Ruwahan di Jawa
Kemudian, para ninik mamak naik ke atas sebuah panggung setinggi 2 meter, yang di bagian tengahnya dibuat menganga, sehingga terdapat sebuah lorong atau layaknya gerbang tempat warga melintas.
Setelah itu, masuk pada prosesi Balimau Anak Betino, yang artinya, ribuan orang yang mengikuti iringan Depati, mulai berjalan di bawah panggung.
Ribuan orang ini berbaris rapi, mengikuti aliran air sungai. Mereka kemudian melintas di bawah panggung kayu itu.
Ninik mamak kemudian memercikkan air jeruk dengan daun khusus pada masyarakat yang melintas di bawahnya.
Antusiasme warga, membuat antrean mengular. Mereka perlahan berjalan di bawah ninik mamak, dengan harapan mendapat percikan dari air jeruk empat jenis tersebut.
Sebagian warga tampak mengulurkan tangannya kepada ninik mamak yang berada di atas, berharap mendapat sedikit irisan jeruk yang telah didoakan tersebut.
Dalam aturan adatnya, masyarakat tidak diperbolehkan melintas lebih dari tiga kali dari bawah panggung Mandi Balimau.
"Tidak boleh lebih dari tiga kali, itu aturannya. Tetapi kurang dari situ (tiga kali) boleh, dan sama saja maknanya," terang Yudi.
Baca juga: Sambut Ramadhan, Solok Selatan Gelar Tradisi Balimau, Sediakan 12.240 Porsi Makanan Gratis
Pada momen inilah, kebahagiaan dan penuh harapan begitu terpancar dari raur wajah ribuan warga dari tiga desa yakni Desa Koto Baru Semurup, Desa Air Tenang, dan Desa Sawahan Jaya, Kabupaten Kerinci.
Mereka berbaris tertib, berjalan perlahan di aliran sungai yang dalamnya kurang dari 70 cm itu.
Pemandangan itu sangat tak biasa, percikan air jeruk nyata-nyata memberi pesan bahagia dan harapan baru bagi setiap masyarakat.
Mandi Balimau, adalah satu dari banyaknya rangkaian Kenduri Sko di tiga desa yakni Desa Koto Baru Semurup, Desa Air Tenang, dan Desa Sawahan Jaya, Kabupaten Kerinci.
Usai mengikuti Mandi Balimau, acara ini ditutup dengan prosesi Belimau Rajo, yakni Raja atau Depati akan melewati siraman, tanda Mandi Balimau selesai.
"Setelah itu, makan akan ada doa bersama di Rumah Gedang," kata Yudi.
Dalam keyakinan mereka, dengan mengikuti Mandi Balimau memiliki makna menyucikan diri secara lahir dan batin, memberikan ruang maaf bagi sesama manusia, menyelesaikan perkara yang lama terpendam hingga menghilangka iri dan dengki.
Baca juga: Tradisi Balimau di Danau Singkarak
"Juga untuk menyusun silang selisih (menyelesikan perselisihan) dan menyambung silaturahmi, membersihkan diri, dari iri dengki."
"Itu adalah makna yang terkandung pada tradisi Mandi Balimau ini, ini tidak ada kaitannya dengan syrik, ini adalah tradisi, kita tetap berdasarkan agama dan memohon kepada Tuhan," ujar Yudi.
Tradisi Mandi Balimau ini sudah ada sebelum masehi, dan masih dipertahankan hingga saat ini.
Mereka menganggap, mempertahankan tradisi sangat penting, tanpa melawan nilai-nilai keagaman.
Tradisi ini menjadi gambaran akan kekayaan tradisi yang ada di Indonesia khususnya di Kerinci, Jambi.
Seluruh rangkaian tradisi ini, selalu ditutup dengan memohon dan bersandar pada Tuhan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini