SAMARINDA, KOMPAS.com – Ratusan pengemudi ojek online dan driver transportasi daring menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Senin (11/8/2025).
Mereka menuntut penegakan tarif sesuai Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.1/K.673/2023, yang dinilai tidak ditaati oleh pihak aplikasi.
Berdasarkan SK itu, tarif batas bawah adalah Rp 5.000/km dan batas atas Rp 7.600/km. Awalnya, tarif dalam SK itu ditaati oleh seluruh aplikator transportasi online.
Namun, belakangan ini aplikator disebut kembali menurunkan tarif, sehingga pendapatan mitra driver merosot.
Sebagian driver mengaku hanya menerima Rp 4.000 sekali pengantaran.
Baca juga: Driver Ojol Geruduk Kantor Grab di Samarinda, Protes Penurunan Tarif yang Langgar SK Gubernur
Samsudin (46), salah satu driver, mengeluhkan kecilnya tarif tersebut.
“Dari pagi sampai sore narik, sekali pengantaran cuma Rp 4.000. Kalau 5 kali cuma Rp 20.000. Belum lagi biaya makan dan bensin, apalagi saya punya anak istri,” ujarnya kepada Kompas.com di lokasi aksi.
Lukman, Koordinator Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AKMB), mengatakan tiga aplikasi besar di Kaltim menurunkan tarif dalam tiga minggu terakhir.
“Sudah tiga minggu ikut tiga aplikasi. Maxim menurunkan, tak lama Grab juga menurunkan, tinggal Gojek lagi. SK Gubernur harusnya diikuti, supaya driver bisa sejahtera. Sekarang apa sanksinya kalau melanggar? Tidak ada penekanan dari pemerintah kepada aplikasi,” tegasnya.
Baca juga: Maxim: Pendapatan Pengemudi Ojol Turun 45 Persen Imbas SK Gubernur Kaltim
Menanggapi aksi tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menggelar audiensi dengan perwakilan driver untuk mencari jalan keluar.
Hingga berita ini diturunkan, proses audiensi masih berlangsung antara perwakilan pengemudi dan pihak Pemprov Kaltim.
PT Maxim Indonesia sebelumnya telah angkat bicara usai kantornya di Samarinda disegel Satuan Polisi Pamong Praja karena tak mematuhi SK Gubernur.
Government Relation Specialist Maxim Indonesia, Muhammad Rafi Assagaf, menegaskan pihaknya telah menerapkan tarif resmi berdasarkan SK Gubernur selama tiga pekan.
Namun, kenaikan tarif minimum dari Rp 13.600 menjadi Rp 18.800 itu justru berdampak signifikan terhadap pendapatan perusahaan hingga kesejahteraan mitra pengemudi.
"Terjadi penurunan signifikan dalam jumlah order, yang pada akhirnya menurunkan penghasilan harian mitra kami," kata Rafi kepada Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
"Dapat kami sampaikan bahwa penurunan jumlah order harian mencapai kurang lebih
35 persen serta pendapatan mitra pengemudi turun hingga 45 persen dari sebelumnya," sambung dia.