KOMPAS.com – Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat) menjadi sorotan nasional setelah menyeret nama Halim Kalla, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK).
Kasus ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun, terdiri dari 64,41 juta dollar AS dan Rp 323,19 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca juga: Usai Jadi Tersangka Korupsi PLTU Kalbar, Halim Kalla Dicegah ke Luar Negeri
“Total kerugian uang negara sekarang Rp 1,3 triliun. Berdasarkan kurs sekitar Rp 16.600, nilainya mencapai Rp 1,35 triliun,” ujar Kepala Kortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo dalam konferensi pers, Senin (6/10/2025).
Kasus korupsi PLTU 1 Kalbar bermula dari proyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 2x50 megawatt di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, pada periode 2008–2018.
Irjen Cahyono menjelaskan bahwa sejak tahap perencanaan proyek, sudah terjadi korespondensi dan pemufakatan untuk memenangkan pihak tertentu.
“Dalam prosesnya, sejak awal sudah ada pemufakatan untuk memenangkan pelaksanaan pekerjaan. Setelah kontrak ditandatangani, terjadi pengaturan yang menyebabkan keterlambatan hingga proyek mangkrak sejak 2008 sampai 2018,” ujarnya.
Proyek tersebut akhirnya tidak pernah diselesaikan dan dinyatakan total loss oleh BPK.
Setelah penyelidikan panjang, Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri menetapkan empat tersangka pada 3 Oktober 2025, yakni:
Keempat tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Menurut Cahyono, ada indikasi kuat kongkalikong antara pejabat PLN dan pengusaha dalam proses lelang proyek, yang menyebabkan pembangunan PLTU 1 Kalbar mangkrak hingga kini.
Kasus ini awalnya ditangani oleh Polda Kalimantan Barat sejak April 2021, tetapi Bareskrim Polri mengambil alih penanganannya pada Mei 2024 karena kompleksitas dan nilai kerugian yang besar.
“Kasus ini sudah kami tangani sejak 2021 di Polda Kalbar. Namun, karena risiko dan kebutuhan anggaran, akhirnya diambil alih oleh Kortas Tipidkor,” jelas Cahyono.
Polisi menegaskan bahwa penahanan terhadap para tersangka belum dilakukan, sambil menunggu kelengkapan berkas perkara dan koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Kami sudah melakukan pencegahan agar para tersangka tidak melarikan diri,” tegas Cahyono.
Halim KallaSebagai tindak lanjut, penyidik Polri telah mengajukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Halim Kalla dan tiga tersangka lainnya kepada Ditjen Imigrasi.