YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Prosesi Sekaten tahun ini menyuguhkan keistimewaan tersendiri dengan diadakannya Jejak Banon, bertepatan dengan Tahun Dal 1959.
Prosesi Kondur Gangsa yang dilakukan oleh Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, berlangsung pada Kamis (4/9/2024) malam.
Tradisi sakral ini hanya diadakan delapan tahun sekali, sesuai dengan penanggalan Jawa.
Sri Sultan, yang juga menjabat sebagai Gubernur DIY, tampil sederhana mengenakan baju takwa biru bermotif bunga.
Dalam prosesi tersebut, ia didampingi GKR Mangkubumi, GKR Bendara, para menantu, serta perwakilan Kadipaten Pakualaman.
Sri Sultan memulai prosesi dengan membagikan udhik-udhik yang berisi bunga, uang koin, dan biji-bijian.
Baca juga: Jadwal Pasar Malam Sekaten Solo 2025, Sampai Kapan?
Warga tampak antusias berebut udhik-udhik yang diyakini membawa berkah dan keberuntungan.
Setelah pembagian udhik-udhik, Sri Sultan memasuki serambi Masjid Gedhe untuk mengikuti pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dipimpin Kiai Penghulu Keraton.
Suasana di dalam masjid berlangsung hening dan penuh kekhusyukan, diiringi lantunan kisah kehidupan Nabi dalam bahasa Jawa.
Momen sakral terjadi ketika Sri Sultan melangkahkan kaki di atas tumpukan bata yang disusun di sisi selatan Masjid Gedhe, menandai pelaksanaan prosesi Jejak Banon atau Jejak Beteng.
Tradisi ini memiliki makna mendalam dan diwariskan turun-temurun, melambangkan keberanian dalam menghadapi perubahan hidup berdasarkan ajaran Islam.
Koordinator Rangkaian Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumonegoro, menjelaskan bahwa Jejak Banon bukan sekadar ritual simbolis.
“Prosesi ini melambangkan lahirnya tatanan baru dalam masyarakat Jawa ketika menerima ajaran Islam. Jejak Banon juga menjadi simbol spiritual tentang keberanian menghadapi perubahan tanpa meninggalkan akar budaya,” ungkapnya.
Baca juga: 7 Macam Gemelan Jawa, Salah Satunya Gamelan Sekaten
KRT Kusumonegoro menuturkan bahwa langkah Sri Sultan di atas Banon merepresentasikan langkah para leluhur yang mengambil keputusan besar dalam kehidupan bermasyarakat.
“Tradisi ini digelar pada Garebeg Mulud Tahun Dal karena dipercaya bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada Tahun Dal. Itulah sebabnya prosesi ini hanya dapat disaksikan delapan tahun sekali,” ujarnya.