CRIMEA, KOMPAS.com - Upaya negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina yang difasilitasi Amerika Serikat (AS) terus menemui jalan buntu. Salah satu titik paling krusial dalam perundingan adalah status Semenanjung Crimea, wilayah strategis yang telah lama menjadi rebutan.
Wilayah berbentuk berlian itu berada di persimpangan Eropa, Asia, dan Timur Tengah. Letaknya yang strategis menjadikan Crimea bukan hanya bernilai secara spiritual dan historis, tetapi juga penting secara ekonomi dan militer.
Sejarah mencatat, Crimea pernah diperebutkan oleh banyak kekuatan, mulai dari Yunani, Mongol, hingga Kekaisaran Ottoman, sebelum akhirnya dianeksasi Rusia dari Ukraina pada 2014.
Baca juga: Taktik Ukraina Bom Jembatan Crimea Gagal, Ketahuan Rusia dari Mobil
Meski AS telah meneken kesepakatan dengan Ukraina terkait akses terhadap mineral penting, persoalan Crimea tetap menjadi batu sandungan utama.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan, tidak akan mengakui klaim Rusia atas Crimea.
Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin tetap bersikukuh bahwa wilayah tersebut merupakan bagian sah dari negaranya.
Posisi Presiden AS Donald Trump dalam isu ini juga menjadi sorotan. Ia sempat menyatakan bahwa Rusia sebaiknya mempertahankan Crimea sebagai bagian dari kesepakatan damai.
Bahkan, ia mengeklaim konflik bisa diselesaikan dalam 24 jam. Namun, realitas di lapangan jauh lebih rumit.
Tak hanya persoalan geopolitik, Crimea juga sarat makna simbolik. Wilayah ini diyakini sebagai tempat Vladimir Agung dari Kievan Rus memeluk agama Kristen Ortodoks.
“Namun bukan hanya karena seseorang dibaptis di sana, atau karena itu adalah akar spiritual Rusia. Crimea juga merupakan aset militer penting bagi Rusia,” ujar Orysia Lutsevych, Wakil Direktur Program Rusia dan Eurasia di Chatham House London, seperti dikutip NBC News, Senin (18/8/2025).
Putin bahkan menjuluki Crimea sebagai “kapal induk yang tak bisa tenggelam”. Wilayah yang dulunya dikenal sebagai destinasi wisata itu kini menjadi basis peluncuran jet tempur dan rudal Rusia dalam serangan ke Ukraina.
Baca juga: Jelang Bertemu Zelensky, Trump Minta Ukraina Ikhlaskan Crimea ke Rusia
Kendati demikian, Ukraina tidak tinggal diam. Dengan memanfaatkan rudal presisi dan drone berbiaya rendah, pasukan Kyiv berhasil memukul mundur armada Rusia hingga ke pelabuhan Novorossiysk.
Ukraina juga pernah melancarkan serangan ke Jembatan Kerch yang menghubungkan Crimea dengan wilayah Rusia. Serangan ini memaksa Moskwa meningkatkan pengamanan dan mencari jalur pasokan alternatif untuk logistik militer.
Menurut Ukraina, mengakui Crimea sebagai wilayah Rusia sama saja memberi keuntungan strategis kepada Moskwa. Langkah itu dapat memperkuat posisi militer Rusia sekaligus membuka jalan untuk serangan lanjutan.
Baca juga: Soal Crimea yang Dicaplok Rusia, Trump Salahkan Obama