Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APINDO Nilai Bebas BMAD Jaga Industri Tekstil dari Gelombang PHK

Kompas.com - 26/08/2025, 18:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengungkapkan, keputusan pemerintah terkait penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) merupakan salah satu langkah untuk menjaga keberlangsungan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.

Ketua Bidang Perdagangan APINDO Anne Patricia Sutanto mengungkapkan, sebelum kebijakan ini ditetapkan, APINDO telah menerima masukan dari 101 perusahaan tekstil yang membutuhkan bahan baku Polyester Oriented Yarn (POY) dan Draw Textured Yarn (DTY).

Sebanyak 101 perusahaan TPT tersebut menolak BMAD yang diajukan Asosiasi Produksen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) dan anggotanya karena kebutuhan industri tekstil turunan jauh lebih besar dibandingkan kapasitas produksi dalam negeri POY.

Selain perwakilan 101 Pengusaha TPT Nasional yang menolak BMAD POY dan DTY, APINDO juga mengundang APSyFI pdan API dalam pembahasan yang sama.

Baca juga: Kemenperin Ungkap Anomali Industri Tekstil: Produsen Minta Proteksi, tapi Lonjakan Impornya 239 Persen

Dalam diskusi bersama tersebut, ia mengungkapkan, permintaan nasional terhadap POY mencapai sekitar 10 kali lipat dari hasil produksi lokal. Ketika impor dikenakan pungutan tambahan, maka harga bahan baku akan melonjak dan produk tekstil dalam negeri menjadi tidak kompetitif.

"Hal ini malah berpotensi memicu PHK massal di sektor padat karya," ujar dia.

Lebih lanjut, Anne juga menyoroti sikap APSyF) yang dianggap tidak konsisten. Di satu sisi meminta perlindungan industri lokal, tetapi di sisi lain sebagian anggotanya masih melakukan impor bahan baku.

Selain itu, menurut dia, kualitas dan spesifikasi produk POY dalam negeri juga belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan industri tekstil semi hilir.

“Kalau APSyFI sendiri tidak tertib administrasi, misalnya dalam pengisian data kapasitas dan realisasi produksi ke Sistem Informasi SIINas, bagaimana pemerintah bisa membuat kebijakan yang tepat sasaran sesuai yang sudah diatur dalam Permendag 17 tahun 2025 yang sebenarnya tetap mengatur (Persetujuan Impor) PI dan Pertimbangan teknis (Pertek) untuk sektor TPT.

Baca juga: Pelaku Industri Tekstil Perlu Jaga Iklim Usaha untuk Tarik Investasi

Dalam hal ini, Anne menyebut, APINDO menilai produksi POY dan DTY nasional saat ini masih jauh di bawah kebutuhan industri tekstil turunan di dalam negeri.

Oleh karena itu, saat ini impor tetap diperlukan agar industri TPT dapat berjalan dengan lancar dan PI dan Pertek yang menjadi kebijakan Kemenperin dan Kemendag saat ini adalah kebijakan yang tetap untuk memberikan harmonisasi tata niaga industri TPT nasional.

“Lucu kalau industri hulu yang sebagian masih bergantung pada impor justru ingin membatasi pasokan bagi industri hilir. Pada akhirnya, kebijakan pemerintah terkait tidak diteruskannya BMAD atas POY dan DTY saat ini paling adil dan seimbang, karena melindungi industri padat karya sekaligus kepentingan masyarakat luas,” tutup Anne.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Keuangan
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Ekbis
Benarkah Hino Milik Toyota?
Benarkah Hino Milik Toyota?
Ekbis
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Ekbis
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Ekbis
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau