KOMPAS.com - Siapa tak kenal Gudang Garam, perusahaan raksasa asal Kediri yang produknya digemari jutaan perokok di Tanah Air. Selama puluhan tahun, perusahaan ini menjadi penguasa pasar bersama dengan Djarum dan Sampoerna.
Sejarah Gudang Garam cukup panjang. Sebelum sebesar saat ini, Gudang Garam awalnya adalah produsen rokok rumahan yang bermula sejak 1956 di Kediri. Usaha ini didirikan Surya Wonowidjojo (Tjoa Ing-Hwie) yang memproduksi kretek kelobot dengan merek Inghwie
Produk rokoknya laris manis di pasaran. Surya Wonowidjojo kemudian mengganti nama usahanya menjadi Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam. Kabarnya, nama Gudang Garam berawal dari mimpi sang pendirinya.
Mengutip situs resminya, Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam kemudian resmi menjadi perusahaan pada 1958. Tiga produk utamanya adalah sigaret kretek klobot (SKL), sigaret kretek linting-tangan (SKT), hingga sigaret kretek linting-mesin (SKM).
Sang pendiri, Surya Wonowidjojo, meninggal pada 28 Agustus 1985. Usaha keluarga ini kemudian diteruskan ke anak-anaknya atau generasi kedua. Sejak tahun 1980-an hingga tahun 2023, bisa dibilang merupakan masa kejayaan perusahaan ini.
Baca juga: Perusahaan Mitra PT Gudang Garam di Tuban Bantah PHK Massal Karyawan
Salah satu produk rokok paling larisnya adalah Surya yang namanya diambil dari nama sang pendiri. Rokok Surya, sampai hari ini menjadi produk paling legendaris dari Gudang Garam.
Pada dekade 1980-an, Gudang Garam sudah mengoperasikan pabrik seluas 240 hektare yang memproduksi jutaan batang rokok per harinya. Setoran cukai ke pemerintah pun sangat besar.
Pada 1990-an, Gudang Garam menjelma menjadi salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia. Pondasi bisnisnya sangat kuat dengan terus mencetak untung besar.
Pada 27 Agustus 1990, Gudang Garam resmi terdaftar di dua pasar modal sekaligus, Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), kini menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Meski melantai ke pasar modal, mayoritas saham Gudang Garam tetap dikendalikan keluarga pendiri melalui PT Suryaduta Investama.
Saat krisis moneter melanda pada 1998, perusahaan ini juga tak tergoyahkan. Pemasok maupun penjualan mayoritas dari dalam negeri membuat perusahaan nyaris tak memiliki utang luar negeri. Selain itu, rokok saat itu bisa dibilang merupakan produk kebal krisis.
Baca juga: Kabar PHK Gudang Garam, Laba Anjlok, dan Harga Saham Melorot
Di bawah kendali generasi kedua yang dipimpin Susilo Wonowidjodjo, bisnis Gudang Garam terus berkembang. Perusahaan ini kemudian melebarkan sayap dengan mendirikan PT Surya Kerta Agung yang menggarap bisnis jalan tol.
Tak sampai di situ, melalui anak usahanya yang lain, PT Surya Dhoho Investama (SDHI), Gudang Garam membangun Bandara Dhoho Kediri yang belakangan sampai hari ini masih sepi penerbangan.
Sang pemilik, Susilo Wonowidjojo, menjadi langganan daftar orang terkaya di Indonesia. Pada 2024, kekayaannya ditaksir Forbes mencapai 2,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 46 triliun.
Selama belasan tahun, Gudang Garam adalah perusahaan rokok yang jadi langganan dalam daftar perusahaan paling untung di Bursa Efek Indonesia, dengan keuntungan triliunan rupiah setiap tahunnya.