JAKARTA, KOMPAS.com - Industri aset kripto dan saham memasuki bulan September dengan perhatian khusus pada fenomena “September Effect”.
September Effect adalah anomali musiman yang kerap dikaitkan dengan penurunan kinerja pasar saham maupun kripto.
Vice President Indodax Antony Kusuma menyatakan, September Effect perlu dipahami secara proporsional.
Baca juga: Hadapi September Effect, Ini Saran OJK untuk Para Investor Kripto
Menurutnya, anomali tersebut tidak seharusnya menjadi patokan tunggal dalam menentukan strategi investasi kripto.
“Kami melihat September Effect lebih bersifat psikologis ketimbang fundamental. Jika kita bandingkan, di 2024 transaksi penuh setahun Rp 344 triliun, sementara 2025 baru berjalan hingga Juli sudah menembus Rp276 triliun," kata Antony dalam siaran pers, Minggu (7/9/2025).
"Ini bukti bahwa kripto di Indonesia terus tumbuh kuat, bahkan di tengah faktor musiman,” ujar dia.
Ia menambahkan, investor perlu mengedepankan strategi diversifikasi portofolio serta manajemen risiko jangka panjang.
Baca juga: Fenomena September Effect: Peluang Reli Saham dan Kripto di 2025
“Indodax selalu mengingatkan bahwa investasi kripto harus dilakukan secara rasional. Prinsipnya bukan market timing, melainkan konsistensi, pemahaman aset, dan disiplin dalam bertransaksi,” jelas Antony.
Meskipun ada unjuk rasa yang sempat mengguncang pasar modal pada akhir pekan lalu, OJK menegaskan bahwa industri kripto tetap stabil.
Aktivitas penempatan dan penarikan dana di exchange kripto tercatat normal, memperlihatkan ketahanan ekosistem digital nasional.
Antony menyambut baik konsistensi ini. Ia menilai ketahanan sektor kripto menjadi bukti ekosistem keuangan digital di Indonesia telah semakin matang.