Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raihan Muhammad
Aktivis HAM, Pemerhati Politik dan Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis

Tragedi Kanjuruhan dan Krisis Penegakan HAM di Indonesia

Kompas.com - 03/10/2025, 12:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sejatinya, kewajiban negara atas HAM terbagi dalam tiga dimensi: to respect, to protect, and to fulfill. Artinya, negara tidak boleh melanggar HAM, harus mencegah pihak lain melanggar HAM, dan wajib mengambil langkah aktif untuk memastikan setiap warga negara menikmati hak-haknya.

Jika konsep ini diterapkan pada tragedi Kanjuruhan, jelas terlihat bahwa negara gagal dalam ketiga dimensi tersebut.

Pertama, kewajiban to respect dilanggar melalui tindakan aparat yang menembakkan gas air mata secara berlebihan dan tidak proporsional.

Kedua, kewajiban to protect diabaikan karena negara gagal mencegah praktik manajemen pertandingan yang buruk, misalnya dengan membiarkan penjualan tiket melebihi kapasitas stadion dan tidak memastikan jalur evakuasi aman.

Ketiga, kewajiban to fulfill juga tidak terpenuhi, terbukti dari absennya mekanisme pemulihan yang memadai bagi korban, baik dari sisi medis, psikologis, maupun kompensasi keadilan.

Selain itu, teori state accountability dalam HAM menegaskan bahwa negara tidak bisa melepaskan tanggung jawab hanya dengan menyalahkan aparat lapangan.

Menurut Clapham dalam Human Rights Obligations of Non-State Actors (2006), akuntabilitas negara meluas hingga ke seluruh rantai komando, termasuk pembuat kebijakan dan otoritas pengawas.

Dalam Tragedi Kanjuruhan, tanggung jawab bukan hanya milik aparat yang menembakkan gas air mata, melainkan juga penyelenggara liga, federasi sepak bola, hingga pejabat yang gagal mengantisipasi risiko.

Baca juga: Mendagri Perlu Tegur Gubernur Bobby

Pendekatan ini diperkuat oleh doktrin due diligence yang dikembangkan Komisi HAM PBB, yaitu kewajiban negara untuk mengambil langkah proaktif dalam mencegah pelanggaran HAM yang dapat diperkirakan sebelumnya.

Pertandingan Arema-Persebaya dikenal sebagai laga berisiko tinggi, tetapi negara tetap gagal menyiapkan pengamanan sesuai standar. Fakta ini menunjukkan kelalaian struktural, bukan sekadar kesalahan teknis.

Tragedi Kanjuruhan sejatinya bentuk pelanggaran HAM struktural. Negara lalai menjalankan kewajiban positifnya, aparat dibiarkan tanpa kontrol efektif, dan sistem hukum justru memberi ruang bagi impunitas.

Hal ini menguatkan pandangan bahwa penegakan HAM di Indonesia masih berkutat pada retorika normatif, tanpa keberanian untuk menghadirkan akuntabilitas substantif.

Tragedi Kanjuruhan bukan hanya tragedi olahraga, melainkan tragedi kemanusiaan yang memperlihatkan wajah buram penegakan HAM di Indonesia.

Negara gagal menjalankan kewajiban konstitusional dan internasionalnya, sementara aparat yang seharusnya melindungi justru menjadi sumber ancaman.

Putusan pengadilan yang melemahkan akuntabilitas dengan dalih “angin” hanyalah simbol dari budaya impunitas yang terus dibiarkan hidup.

Selama negara masih menempatkan keamanan di atas hak asasi, selama hukum lebih sibuk mencari alasan daripada kebenaran, maka keadilan bagi korban akan selalu menjadi mimpi yang tertiup angin, dan krisis penegakan HAM di negeri ini hanya akan semakin dalam.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau