PHNOM PENH, KOMPAS.com - Kamboja berhasil menurunkan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara drastis dari 49 persen menjadi 36 persen.
Wakil Perdana Menteri Kamboja Sun Chanthol menyatakan, penurunan tarif ini merupakan hasil dari keberhasilan diplomasi negaranya di tahap awal.
Dia bahkan menyebut, penurunan tersebut merupakan kemenangan besar bagi negaranya, sebagaimana dilansir AFP, Selasa (8/7/2025).
Baca juga: Para Crazy Rich AS Geram Tarif Trump: Picu Perang Nuklir Ekonomi
"Ini adalah kemenangan besar bagi Kamboja dalam tahap pertama negosiasi tarif," ujar Sun Chanthol kepada wartawan di Phnom Penh.
"Kami sangat berhasil dalam negosiasi. Kami masih punya kesempatan untuk bernegosiasi lebih lanjut guna mengurangi tarif lebih banyak lagi," lanjutnya,
Sebelumnya, pada April, Presiden Trump mengumumkan rencana penerapan tarif hingga 49 persen terhadap produk impor dari Kamboja sebagai bagian dari kebijakan tarif global.
Tarif itu disebut akan berlaku bila kedua negara gagal mencapai kesepakatan dagang.
Namun, pada Senin (7/7/2025), Gedung Putih menurunkan tarif ancaman menjadi 36 persen dan memperpanjang batas waktu negosiasi hingga 1 Agustus.
Baca juga: Indonesia Masih Punya Waktu untuk Tawar-menawar Tarif Impor dengan AS
Kebijakan ini langsung menuai perhatian para pekerja tekstil dan garmen Kamboja, yang sebagian besar menggantungkan hidup pada industri ekspor tekstil.
Sektor tekstil garmen merupakan salah satu penopang utama perekonomian Kamboja. Banyak pabrik dimiliki investor dari China.
Kamboja mengekspor sekitar 10 miliar dollar AS (Rp 162 triliun) ke "Negeri Paman Sam" tahun lalu, sebagian besar berupa produk tekstil.
Namun, industri tekstil dan garmen di Kamboja terancam oleh dugaan pelanggaran tarif.
Washington menuding Kamboja telah menjadi jalur transit bagi barang-barang asal Tiongkok yang hendak menghindari tarif tinggi dari AS.
Meski saat ini Kamboja masih membayar tarif standar sebesar 10 persen, potensi kenaikan menjadi 36 persen tetap menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja.
Baca juga: Tarif Trump 32 Persen, Bos OJK Sebut Pasar Keuangan RI Masih Mencermati