"Ikatan antarmasyarakat seringkali lebih kuat daripada ikatan antarnegara," jelas Behra kepada DW.
Dia menambahkan bahwa yoga mengingatkan dunia bahwa India bukan sekadar memiliki kekuatan politik dan ekonomi, tetapi juga kekuatan peradaban, dengan pengaruh budaya, spiritual, dan sejarah yang luar biasa bagi dunia.
Behra juga menunjukkan bahwa promosi yoga di India tidak menimbulkan rasa takut atau ancaman oleh negara lain, ini menjadi keuntungan New Delhi.
"Ia tidak kontroversial, tidak mengandung kekerasan, dan memiliki daya tarik universal. Ia membangun pengaruh secara diam-diam, tidak seperti kekuatan militer atau ekonomi," papar Behra.
Baca juga: Negosiasi Nuklir Iran-AS di Roma: Jalan Diplomasi di Tengah Gejolak Geopolitik
Namun di negara-negara Barat, yoga umumnya terbatas pada aspek fisik asana atau postur. Yoga sering kali diiklankan oleh orang-orang berkulit putih dan bertubuh ramping. Hal ini memicu kritik.
Yoga diduga telah memperkuat stereotip tersebut dan mengecualikan orang-orang yang tidak sesuai dengan norma kecantikan yang sering diiklankan.
Terdapat juga kritik tentang apropiasi budaya serta komersialisasi berlebihan yoga yang disampaikan Sangeeta Lerner, instruktur yoga asal India di Berlin.
Lewat workshop Decolonize Yoga, Lerner mendorong praktik yoga yang menghormati filosofi dan warisan budaya India tanpa melakukan apropiasi.
Baca juga: Trump, Zelensky, dan Politik Realisme Keras: Diplomasi Jadi Pertunjukan Kekuasaan
Industri yoga global saat ini diperkirakan menghasilkan lebih dari 35 miliar euro atau Rp 673 triliun lewat kelas-kelas yoga, retret, perlengkapan yoga, buku, majalah, dan stik aromaterapi, menurut perusahaan periset pasar, Allied Market Research.
"Saat ini, yoga sebagian besar dipraktikkan oleh kaum elit dan kaya, seringkali menjauhkan yoga dari realitas kaum yang terpinggirkan," kata profesor Hegde.
Profesor Behra juga menyatakan kekhawatiran akan yoga yang kehilangan karakter universalnya ketika dikaitkan dengan agenda politik.
Dia merujuk upaya Partai Bharatiya Janata yang berkuasa di India yang menggunakan yoga untuk membangkitkan kebanggaan umat Hindu dan mempromosikan agama Hindu yang dianut mayoritas penduduk India.
"Ini membatasi inklusivitas yoga dan menghilangkan esensi spiritualnya," jelas Behra.
Artikel ini pernah tayang di DW Indonesia dengan judul: Yoga, Diplomasi Budaya India untuk Dunia.
Baca juga: Trump 2.0 dan Transformasi Global: Era Baru Diplomasi Transaksional
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini