
TAMPAKNYA, langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membersihkan Kementerian Keuangan, khususnya di sektor Bea Cukai benar-benar serius. Menkeu Purbaya kini bekerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk membongkar mafia Bea Cukai.
“Yang under-invoicing, yang selama ini nyelundupin, tekstil, baja segala macam, sudah ada nama-nama pemainnya kan, tinggal kita pilih saja siapa yang mau diproses," kata Purbaya menjawab pertanyaan wartawan (21/10/2025).
“Kita memang ada kerja sama dengan Kejagung. Kejagung pernah bertanya kalau ada yang salah di Bea Cukai dilindungi apa enggak? Saya bilang enggak,” ujar Purbaya saat ditemui di gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis malam (23/10/2025)
Penulis, yang juga merupakan pegawai Kemenkeu, telah menyampaikan beberapa modus operandi korupsi di Kemenkeu dalam kolom berjudul “Purbaya Bersih-Bersih Kementerian Keuangan”.
Dalam kolom kali ini, penulis secara khusus akan membahas soal korupsi di Bea Cukai dan saran pembenahan.
Seorang teman berintegritas yang menjabat kepala seksi di DJBC bercerita bahwa rekan-rekannya (sebut saja oknum aparat DJBC) masih bermain dengan eksportir dan importir. Modus operandinya, di antaranya:
Dalam modus operandi backing kejahatan, oknum aparat DJBC tidak sendirian, tapi bekerja sama dengan oknum aparat penegak hukum lainnya.
Sektor kepabeanan seperti halnya sektor perpajakan, memiliki titik rawan korupsi pada proses bisnis pengawasan.
Kegiatan pengawasan kepabeanan meliputi: pemeriksaan dokumen seperti dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) dan pemberitahuan ekspor barang (PEB) serta dokumen custom declaration lainnya; pemeriksaan fisik barang untuk memastikan kesesuaiannya dengan dokumen pemberitahuan; serta proses akhir pengawasan kepabeanan dengan penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) jika ditemukan kekurangan pembayaran pajak dan/atau pungutan ekspor/bea masuk, atau Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) jika diperlukan penelitian lebih lanjut.
Calo kepabeanan seperti oknum konsultan dapat berkolaborasi dengan oknum aparat pabean untuk menggeser dari jalur merah ke jalur hijau.
Jalur hijau adalah jalur khusus untuk eksportir-importir yang dianggap patuh atau diskresi pada barang-barang tertentu.
Pada jalur hijau, barang tidak lagi diperiksa sehingga mempercepat lalu lintas barang di pelabuhan/bandara.
Jalur merah adalah jalur pada umumnya, di mana barang akan diperiksa. Pemindahan dari jalur merah ke jalur hijau adalah mutlak kewenangan DJBC. Hal tersebut menjadi titik rawan terjadinya fraud dan korupsi.
Jalur hijau dibuat untuk mempersingkat dwlling time barang dan waiting time kapal/pesawat kargo, sehingga barang tidak menumpuk di pelabuhan/bandara.
Dalam jalur hijau terdapat potensi penyelundupan karena tidak dilakukannya pemeriksaan fisik barang.
Baca juga: Purbaya, Perisai Politik Kabinet Gemuk Prabowo
Oknum pengusaha ekspor-impor bisa saja rela membayar “sogokan” karena membutuhkan barang cepat keluar dari pelabuhan/bandara.
Pengusaha biasanya berhitung, lebih besar mana antara “sogokan” dengan biaya gudang untuk parkir barang di pelabuhan/bandara menunggu pemeriksaan oleh aparat DJBC.
Eksportir/importir akan menempuh jalan pintas untuk menyuap oknum aparat DJBC apabila biaya gudang jauh lebih besar.
Pemeriksaan fisik di jalur merah bisa saja tidak dituntaskan. Pemeriksaan fisik tidak berarti barang diperiksa seluruhnya, tapi hanya sebagian saja dengan penentuan tingkat pemeriksaan baik 10 persen maupun 30 persen.