JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kun Haribowo mengatakan keputusan menahan kenaikan cukai di tahun depan, membuka peluang bagi pemerintah merancang struktur fiskal yang lebih efektif dan berimbang untuk tahun berikutnya.
“Kebijakan moratorium tarif cukai bukan hanya memberi ruang bagi industri, tetapi juga membuka kesempatan untuk merancang kebijakan fiskal yang lebih seimbang antara kepentingan penerimaan negara dan keberlanjutan sektor usaha,” kata Kun kepada wartawan, Sabtu (25/10/2025).
Diketahui Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan tidak menaikkan tarif cukai produk hasil tembakau di tahun 2026.
Baca juga: Bea Cukai Catat Kenaikan 7,1 Persen, Didorong Impor dan Produksi Tembakau
Ilustrasi rokok. Alih-alih menaikkan tarif cukai, pemerintah memilih memberi keadilan bagi pelaku usaha legal dengan memberantas produk-produk tanpa pita cukai.
Kun menyebut keputusan ini merupakan bentuk kebijakan fiskal adaptif yang tidak semata-mata berorientasi pada penerimaan negara.
Mengingat banyak pertimbangan dalam keputusan ini, seperti stabilitas industri padat karya, inflasi kenaikan harga produk, dan memberi ruang bagi industri hasil tembakau (IHT) dan petani tembakau untuk beradaptasi dengan kondisi ekonomi.
“Kebijakan fiskal yang tidak kaku dalam mengejar penerimaan negara. Hal lain juga dipertimbangkan seperti stabilitas industri padat karya, potensi inflasi dari kenaikan harga rokok, serta memberikan space bagi industri hasil tembakau dan petani tembakau di tengah daya beli masyarakat yang menurun,” kata Kun.
Baca juga: Menkeu Purbaya: Paling Beking Rokok Ilegal Orang Bea Cukai Sendiri
Terpisah, eks Menteri Perindustrian cum Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin menyatakan bahwa pemerintah perlu serius memperhatikan industri padat karya, apalagi di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu seperti sekarang.