KOMPAS.com - Kesehatan mental ibu pasca-melahirkan atau Perinatal Mood and Anxiety Disorders (PMADs) seperti baby blues masih jarang mendapat sorotan dan perhatian khusus dalam pelayanan publik.
Isu ini yang diangkat Utin Richa Rinjani, mahasiswi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat ketika menyabet gelar juara Essay Contest Beswan Djarum 2024/2025 yang digelar di Bali, 17-18 Juli 2025.
"Kesehatan mental pada ibu, saat ini masih jadi hal tabu yang enggan dibicarakan oleh banyak pihak."
"Di balik ketangguhan ibu, ada sisi rentan yang bisa terserang PMADs. Setiap ibu itu layak disembuhkan, tidak hanya dipuji ketangguhannya," kata Utin saat mempresentasikan gagasannya.
Tidak hanya menunjukkan empati, dalam esainya Utin juga memikirkan solusi berupa layanan Motherhood Care Intervention (MCI) yang terintegrasi dengan Posyandu dan Puskesmas serta melibatkan ahli jiwa dan psikolog.
Baca juga: Gara-gara Tulis Esai, 2 Mahasiswa Udinus Semarang Jadi Rektor Sehari
Pendekatan 5A jadi kunci dalam solusi ini yaitu Ask, Assess, Advice, Assist dan Arrange. Mulai dari identifikasi dan penjadwalan, kunjungan rumah, pendampingan praktis, dan psikoedukasi.
Sementara runner-up ajang ini, Muhammad Faruq Azhar dari Politeknik Negeri Batam, mengangkat masalah overclaim produk skincare yang sempat heboh di masyarakat.
Faruq menawarkan solusi hulu hingga hilir mulai dari pengawasan digital secara proaktif, edukasi literasi yang terstruktur, serta program pemulihan korban yang humanis.
Di posisi ketiga ada Putri Malahayati, mahasiswi Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan. Ia memotret perundungan terhadap dokter residen.
Untuk memutus mata rantai perundungan, menurut Putri, dunia pendidikan kedokteran di Indonesia perlu mengadopsi dan menerapkan konsep AWARE (Altering Workplace Attitudes for Resident Education) dalam kaderisasi.
Ia bahkan sudah mulai menerapkannya lewat latihan kepemimpinan dan manajemen mahasiswa (LKMM) yang diadakan Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI).
Selain ketiga topik tersebut, ada beragam isu diangkat mahasiswa-mahasiswi peserta ajang ini, yang notabene adalah kalangan Gen Z.
Baca juga: Cek 4 Contoh Esai Pendaftaran untuk Masuk Universitas Top Dunia
Mulai dari kesetaraan gender, kesetaraan penggunaan tangan kiri dan kanan, gugatan terhadap kecurangan di dunia pendidikan, penyalahgunaan antibiotik, sampah digital, hingga fenomena brainrot atau “pembusukan otak” akibat video pendek dengan isi konten yang receh.
“Ini adalah bukti bahwa Gen Z bukan generasi penggerutu, tetapi Gen Z yang ada di sini (Beswan Djarum) adalah bukti jika mereka semua adalah sekumpulan orang-orang yang bermutu."
"Mereka lebih kritis, terbuka dan memiliki ide-ide serta terobosan baru yang bisa atasi permasalah rumit di sekitar,” ujar Maman Suherman, penulis buku dan pegiat literasi yang menjadi salah satu juri.
Kompetisi ini diikuti seluruh Beswan Djarum yakni mahasiswa-mahasiswi dari berbagai daerah yang menerima beasiswa Djarum Beasiswa Plus dari Bakti Pendidikan Djarum Foundation untuk periode 2024/2025.
Baca juga: Tips Menulis Esai untuk Daftar Kampus Luar Negeri ala Harvard
Final nasional ajang ini diikuti 16 peserta hasil seleksi dari 534 Beswan Djarum yang tersebar di 4 regional Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Dewan juri ada 3 orang yakni Prof Dr Ir Ronny Rachman M Rur Sc (Guru Besar IPB University), Maman Suherman (penulis buku dan pegiat literasi) dan Sri Wahyuni (Lead of Customer Engagement & Advisory di Wilmar Consultancy Services).
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini