Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raihan Muhammad
Aktivis HAM, Pemerhati Politik dan Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis

Putusan MK: Oase Keadilan bagi Masyarakat Adat

Kompas.com - 19/10/2025, 12:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI TENGAH derasnya arus investasi dan regulasi yang kerap menyingkirkan ruang hidup masyarakat adat, Mahkamah Konstitusi menghadirkan secercah keadilan.

Dalam Putusan Nomor 181/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa larangan berkebun di kawasan hutan “tidak berlaku bagi masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.” (Mahkamah Konstitusi, 2025).

Kalimat tersebut tampak sederhana, tetapi maknanya mendalam: negara mengakui bahwa hidup dan bertani di tanah leluhur bukanlah pelanggaran hukum, melainkan bagian dari hak konstitusional untuk mempertahankan kehidupan yang bermartabat.

Baca juga: Putusan MK: Masyarakat Adat Tak Perlu Izin ke Pemerintah Buka Kebun di Hutan

Di tengah logika hukum yang sering berpihak pada korporasi, putusan ini menjadi penanda penting bahwa hukum dapat kembali berpihak pada rakyat kecil yang selama ini dituduh “melanggar” hanya karena bertahan hidup di tanah sendiri.

Putusan ini tidak lahir dalam ruang hampa; melainkan menjadi koreksi atas pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja yang semula menutup ruang hidup masyarakat adat dengan dalih “perizinan berusaha”.

Selama bertahun-tahun, masyarakat adat kerap dikriminalisasi atas aktivitas pertanian atau perkebunan yang dilakukan jauh sebelum negara hadir mengatur kawasan hutan.

Dengan menegaskan pengecualian bagi masyarakat yang hidup turun-temurun dan tidak berorientasi komersial, MK menegaskan bahwa asas kemanusiaan dan keadilan sosial harus menjadi fondasi hukum kehutanan, bukan sekadar kepastian administratif.

Ini sejalan dengan semangat Putusan MK No. 95/PUU-XII/2014, yang lebih dahulu mengakui keberadaan masyarakat adat sebagai subjek hukum yang berhak atas ruang hidupnya.

Pun, keputusan ini juga merupakan kritik terhadap paradigma pembangunan yang menempatkan hutan semata sebagai objek ekonomi.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengingatkan bahwa kegiatan masyarakat adat dalam hutan adalah bagian dari pemenuhan kebutuhan dasar—“sandang, pangan, dan papan untuk kebutuhan sehari-hari”, bukan untuk keuntungan komersial.

Di sinilah letak nilai etik putusan ini: MK tidak sedang memberi “izin baru”, melainkan mengembalikan hak yang telah lama dirampas oleh mekanisme perizinan negara.

Dalam lanskap hukum yang sering gersang oleh keadilan ekologis, putusan ini hadir sebagai oase—memberi napas segar bagi prinsip kemanusiaan, konstitusionalitas, dan keberlanjutan hidup di tanah yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Mengembalikan hukum pada rasa keadilan

Putusan MK Nomor 181/PUU-XXII/2024 ini mengingatkan bahwa hukum tidak cukup berhenti pada legalitas formal, tetapi juga harus memiliki legitimasi sosial.

Legalitas hanya berbicara tentang apa yang tertulis dalam undang-undang, sedangkan legitimasi muncul ketika masyarakat merasa hukum itu adil.

Baca juga: Kriminalisasi Masyarakat Adat Maba Sangaji dan Gagalnya Negara Menegakkan HAM

Selama ini negara lebih sibuk mengatur izin ketimbang memahami hakikat hubungan masyarakat adat dengan hutan—hubungan yang bersifat kultural, spiritual, dan ekologis, bukan semata ekonomi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau