Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aznil Tan
Direktur Eksekutif Migrant Watch

Direktur Eksekutif Migrant Watch

Revolusi Ketenagakerjaan untuk Gen Z

Kompas.com - 02/11/2025, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keberhasilan birokrasi tidak boleh lagi diukur dari banyaknya pelatihan yang dilaksanakan, tetapi dari berapa banyak orang yang benar-benar bekerja dan hidup layak setelahnya.

Bayangkan jika setiap anak muda diberi ruang untuk mencipta, bukan menunggu. Indonesia tak kekurangan semangat—kita hanya kekurangan sistem yang mempercayai potensi rakyatnya.

Revolusi elembagaan negara

Namun, perubahan mindset saja tidak cukup tanpa perubahan kelembagaan. Indonesia belum memiliki lembaga negara yang secara eksplisit bertugas menciptakan dan memperluas lapangan kerja.

Kementerian Ketenagakerjaan lebih berfungsi sebagai regulator dan pelindung pekerja, bukan sebagai pencipta kerja.

Sementara kementerian lain yang terkait ekonomi—seperti Perindustrian, Investasi, atau UMKM—hanya menyentuh sebagian kecil dari persoalan tenaga kerja. Akibatnya, kebijakan ketenagakerjaan kita terpecah ke dalam banyak sektor tanpa koordinasi yang kuat.

Padahal, di banyak negara yang berhasil mengatasi pengangguran, pemerintah memiliki lembaga khusus yang bertugas memastikan tersedianya pekerjaan.

Korea Selatan memiliki Ministry of Employment and Labor yang menjadi otoritas tunggal untuk mengintegrasikan kebijakan tenaga kerja, industri, dan pendidikan.

Singapura memiliki Workforce Singapore (WSG), lembaga semi-otonom yang memastikan transisi dari pendidikan ke pekerjaan berjalan mulus.

Indonesia membutuhkan lembaga serupa—institusi di bawah presiden yang menjadi penggerak utama penciptaan lapangan kerja nasional.

Lembaga ini harus memiliki mandat lintas sektor: mengintegrasikan data ketenagakerjaan, memetakan kebutuhan tenaga kerja di tiap wilayah, dan memastikan setiap kebijakan ekonomi berorientasi pada penciptaan pekerjaan.

Lembaga ini juga harus menjadi penghubung nyata antara dunia pendidikan, industri, dan investasi; memastikan setiap proyek pembangunan berdampak langsung pada penyerapan tenaga kerja lokal.

Baca juga: Membaca Emosi Sandra Dewi dalam Kasus Harvey Moeis

Dengan cara ini, pembangunan ekonomi tidak lagi hanya soal pertumbuhan angka, tetapi soal berapa banyak rakyat yang memperoleh penghidupan layak karenanya.

Revolusi ketenagakerjaan berarti berani membangun sistem baru—sistem yang memandang tenaga kerja sebagai aset nasional, bukan beban; sistem yang memiliki rumah kelembagaan yang jelas untuk menciptakan lapangan kerja, bukan membiarkannya tercecer di berbagai kementerian.

Revolusi ini bukan retorika, melainkan kebutuhan mendesak jika bangsa ini ingin keluar dari kutukan pengangguran struktural dan bonus demografi yang terbuang sia-sia.

Sudah saatnya Indonesia berhenti menambal sistem lama dan mulai membangun sistem baru yang berpihak pada manusia produktif.

Karena hanya bangsa yang memberi tempat bagi rakyatnya untuk bekerja yang benar-benar memiliki masa depan.

Revolusi ketenagakerjaan bukan sekadar urusan ekonomi, tetapi soal martabat bangsa: apakah kita membiarkan rakyatnya menunggu, atau memberinya pekerjaan untuk berdiri sendiri.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
KKSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga
KKSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga
Ekbis
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Cuan
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
Cuan
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Industri
Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras Melonjak, BPS Sebut Karena Permintaan Tinggi untuk Program MBG
Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras Melonjak, BPS Sebut Karena Permintaan Tinggi untuk Program MBG
Ekbis
Target Swasembada Beras: Produksi Melonjak dan Tantangan Struktural
Target Swasembada Beras: Produksi Melonjak dan Tantangan Struktural
Ekbis
Menkeu Purbaya Siapkan Tarif Cukai Khusus untuk Tarik Produsen Rokok Ilegal ke Kawasan KIHT
Menkeu Purbaya Siapkan Tarif Cukai Khusus untuk Tarik Produsen Rokok Ilegal ke Kawasan KIHT
Ekbis
Jaga Daya Saing, AISA Luncurkan Kemasan Baru Salah Satu Produk Makanan Ringannya
Jaga Daya Saing, AISA Luncurkan Kemasan Baru Salah Satu Produk Makanan Ringannya
Cuan
Bank Mandiri Siap Salurkan Rp 3,22 Triliun BLTS Kesra 2025 lewat Jaringan Cabang hingga Mandiri Agen
Bank Mandiri Siap Salurkan Rp 3,22 Triliun BLTS Kesra 2025 lewat Jaringan Cabang hingga Mandiri Agen
Keuangan
Pemda Bisa Pinjam ke Pemerintah Pusat, Purbaya: Bunga 0,5 Persen
Pemda Bisa Pinjam ke Pemerintah Pusat, Purbaya: Bunga 0,5 Persen
Ekbis
Danantara: TOBA Sudah Declaire Tak Ikut Proyek Sampah Jadi Listrik
Danantara: TOBA Sudah Declaire Tak Ikut Proyek Sampah Jadi Listrik
Cuan
BEI Bakal Kirim Surat Keberatan ke MSCI soal Metode Penghitungan Free Float Saham
BEI Bakal Kirim Surat Keberatan ke MSCI soal Metode Penghitungan Free Float Saham
Cuan
DJP Bongkar Kasus Pencucian Uang Senilai Rp 58,2 Miliar
DJP Bongkar Kasus Pencucian Uang Senilai Rp 58,2 Miliar
Ekbis
QRIS Kini Bisa untuk Grab, Transaksi Digital Makin Mudah bagi Pengguna Muda
QRIS Kini Bisa untuk Grab, Transaksi Digital Makin Mudah bagi Pengguna Muda
Keuangan
ETF Emas Ditarget Rilis Sebelum Juni, BEI Masih Tunggu Aturan OJK
ETF Emas Ditarget Rilis Sebelum Juni, BEI Masih Tunggu Aturan OJK
Cuan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau