KOMPAS.com - Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyatakan keprihatinannya atas tingginya korban tewas dalam operasi besar-besaran kepolisian di Rio de Janeiro yang menargetkan geng narkoba Comando Vermelho (Red Command).
Operasi yang berlangsung awal pekan ini menewaskan sedikitnya 119 orang dan menjadi operasi paling mematikan dalam sejarah Brasil.
Namun, lembaga bantuan hukum publik negara bagian mencatat jumlah korban mencapai 132 jiwa. Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski menyebut Lula merasa “terkejut dan ngeri” setelah mengetahui tingginya jumlah korban.
“Presiden terkejut dan merasa ngeri bahwa operasi sebesar ini dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah federal,” ujar Lewandowski, Rabu (29/10/2025).
Baca juga: Mayat Bergelimpangan di Jalanan Rio de Janeiro, Imbas Penggerebekan Narkoba Brasil
Lula menegaskan bahwa kejahatan terorganisir harus dilawan, tetapi tidak dengan mengorbankan nyawa warga maupun aparat.
“Kita tidak bisa menerima bahwa kejahatan terorganisir terus menghancurkan keluarga, menindas warga, dan menyebarkan narkoba serta kekerasan di kota-kota,” tulis Lula melalui akun X miliknya.
“Kita perlu kerja terkoordinasi yang menyerang jantung perdagangan narkoba tanpa membahayakan polisi, anak-anak, dan keluarga tak bersalah,” ujarnya.
Baca juga: Tembus Ratusan Korban, Geng Narkoba Brasil Serang Polisi Pakai Pesawat Tanpa Awak
Operasi dilakukan pasukan kepolisian negara bagian Rio de Janeiro, menargetkan geng Comando Vermelho, kelompok narkoba bersenjata berat yang telah menguasai sejumlah wilayah di favela selama beberapa tahun terakhir.
Polisi menggunakan kendaraan lapis baja, helikopter, dan drone, sementara kelompok kriminal menyerang balik dengan bom dari udara. Pemerintah negara bagian menyebut operasi ini “sukses” dalam memberantas “narkoterorisme.”
Gubernur Claudio Castro menyatakan satu-satunya korban adalah empat polisi yang gugur dalam baku tembak.
Namun, warga menuduh aparat melakukan eksekusi di luar hukum, mengumpulkan puluhan jenazah yang ditemukan di hutan pinggiran kota dan meletakkannya di jalan sebagai bentuk protes.
“Negara datang untuk membantai, bukan beroperasi. Mereka datang untuk membunuh,” kata seorang perempuan kepada AFP.
Baca juga: Kronologi Penggerebekan Narkoba “Mematikan” di Brasil, 132 Orang Tewas
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) menyatakan kekhawatirannya atas tingginya korban dan meminta penyelidikan cepat serta menyeluruh.
“Kami mengingatkan otoritas Brasil tentang kewajiban mereka berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional dan mendesak adanya penyelidikan yang efektif,” bunyi pernyataan OHCHR.
Aktivis lokal menuding sebagian korban ditembak dari jarak dekat dan ada tanda-tanda penyiksaan.