JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mempertanyakan soal beda jumlah anggaran daerah yang tersimpan di perbankan berdasarkan data daerah dan data dari Bank Indonesia (BI).
Pasalnya, terdapat selisih dana sebesar Rp 18 triliun pada dua sumber catatan tersebut.
Mula-mula, Menkeu Purbaya mendapat penjelasan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian soal perbedaan data yang ada.
"Kami mau menyampaikan kepada Bapak mengenai data dari BI, yang menyampaikan bahwa daerah itu ada uang sebanyak Rp 233 triliun (di bank)," ujar Tito dalam rapat pengendalian inflasi daerah di Jakarta, dilansir YouTube Kemendagri, Selasa (21/10/2025).
Baca juga: Menkeu Purbaya Ungkap Jual Beli Jabatan Terjadi di Bekasi, Jadi Risiko Kebocoran Anggaran Daerah
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian saat menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Harga Beras di Auditorium Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Senin (20/10/2025).
Tito bilang, data yang disampaikan BI tidak valid karena ada daerah yang memiliki pendapatan tidak sampai Rp 5 triliun tetapi bank sentral mencatat anggaran yang mengendap sebesar Rp 5,1 triliun.
"Sehingga kami juga melakukan checking ke masing-masing kas-nya (kas daerah). Kemudian kami mendapatkan data bahwa yang ada adalah Rp 215 triliun. Jadi bukan Rp 233 triliun," ungkap Tito.
"Jadi ada sedikit perbedaan antara data BI dengan data melalui rekening (daerah) yang kita cek masing-masing itu totalnya Rp 215 triliun. Jadi lebih kurang beda Rp 18 triliun," tegasnya.
Baca juga: Mendagri Ungkap Pemborosan Anggaran Daerah: Perjalanan Dinas 4 Kali Dibikin 20 Kali
Penjelasan Tito Karnavian itu lantas membuat Menkeu Purbaya bertanya-tanya.
Purbaya bilang, jika ada selisih Rp 18 triliun mengapa hal itu tidak terdokumentasikan.
Ia pun menduga ada pencatatan yang kurang teliti dalam sistem administrasi keuangan daerah.
"Tadi Pak Tito bilang bedanya dengan catatan Rp 18 triliun ya Pak ya, kalau dari kas daerah. Itu saya jadi bertanya-tanya, Rp 18 triliun itu kemana? Karena kalau bank sentral pasti ngikut, itu dari bank-bank di seluruh Indonesia termasuk di BI, segitu tercatat," jelas Purbaya.
"Kalau di pemerintah kurang Rp 18 triliun, mungkin pemerintahnya kurang teliti itu yang penulisnya.
Kalau BI itu pasti sudah di sistem semuanya, jadi itu mesti diinvestigasi itu kemana, yang selisih Rp 18 triliun itu," tegasnya.
Baca juga: Purbaya soal Uang Pemda Rp 234 Triliun Mengganggur di Bank: Realisasi Belanja APBD Lambat
Meski begitu, dia tetap menghargai usaha yang dilakukan daerah dan Kemendagri dalam mencatat keuangan.
Purbaya menekankan, yang terpenting anggaran di daerah digunakan untuk kepentingan ekonomi masyarakat dan bukan hanya disimpan terus-menerus.
"Tapi enggak apa-apa, selama di daerah digunakan itu udah bagus untuk meningkatkan ekonomi daerah. Jadi kuncinya itu," tuturnya.
"Jangan ditransfer ke pusat lagi uangnya, jangan taruh di bank Jakarta, tetap saja (taruh) di bank daerah, kalau banknya jelek dibetulin supaya uangnya betul-betul muter di sana," tambahnya.
Baca juga: Prabowo Apresiasi Bupati Lahat Hemat Rp 462 Miliar APBD
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang