PALANGKA RAYA, KOMPAS.com - Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah (Kalteng) kini menjadi daerah dengan hutan adat terluas di provinsi tersebut.
Keberadaan hutan adat ini memerlukan pengakuan dari pemangku kebijakan, mengingat di dalamnya terkandung kearifan lokal masyarakat adat yang harus dijaga.
Staf Ahli Gubernur Kalteng Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik (Pemkumpol) Darliansjah mengungkapkan bahwa, berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan, hingga Juli 2025, terdapat areal seluas 333.000 hektar yang telah ditetapkan sebagai hutan adat di Kalteng.
Baca juga: Hutan Adat Tane Olen Jadi Destinasi Studi Mahasiswa Australia tentang Pelestarian Hutan
"Kabupaten Gunung Mas saat ini menjadi daerah dengan jumlah hutan adat yang cukup besar, dengan total luas 68.324 hektar yang terbagi ke dalam 15 hutan adat," jelasnya saat memberikan sambutan dalam musyawarah pemangku kepentingan pengelolaan hutan adat Kabupaten Gunung Mas di Luwansa Hotel, Palangka Raya, Kamis (14/8/2025).
Darliansjah menambahkan bahwa hutan adat merupakan warisan leluhur yang tidak hanya memiliki nilai ekologis, tetapi juga mengandung nilai budaya, sosial, dan spiritual yang tinggi bagi masyarakat adat Dayak.
"Hutan adat adalah identitas, sumber kehidupan, sekaligus penyangga keberlanjutan ekosistem yang telah dijaga turun-temurun oleh masyarakat kita," ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Pemprov Kalteng berupaya untuk menetapkan dan mengakui keberadaan hutan adat melalui berbagai langkah.
Baca juga: Rumah Digeruduk Terkait Hutan Adat Papua, Bos Tambang di Salatiga Lapor Polisi
Seperti penerbitan pedoman tata cara pengakuan masyarakat hukum adat, fasilitasi pengusulan hutan adat oleh masyarakat, serta penetapan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak.
"Pemerintah saat ini mendorong masyarakat adat untuk segera mengusulkan penetapan hutan adat setelah terbitnya perda tersebut. Perda ini menjadi komponen penting bagi masyarakat adat untuk memperoleh pengakuan dan perlindungan," imbuhnya.
Baca juga: Hutan Adat Nenek Limo Hiang di Kerinci: Jantung Ekologi dan Benteng Tradisi Masyarakat Adat
Darliansjah berharap, melalui musyawarah ini, dapat terbangun sinergi yang lebih kuat antara pemerintah daerah, masyarakat adat, dan seluruh pemangku kepentingan demi tersusunnya mekanisme tata kelola hutan adat yang transparan, partisipatif, dan berkelanjutan.
Tata kelola hutan adat berkelanjutan ini mencakup pemanfaatan potensi ekonomi berbasis hutan, seperti nilai ekonomi karbon, hasil hutan bukan kayu, ekowisata, perhutanan sosial, serta pelestarian kearifan lokal yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
"Saya ingin menegaskan bahwa pengelolaan hutan adat bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat adat, tetapi tanggung jawab kita semua," pungkasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini