EL FASHER, KOMPAS.com - Citra satelit terbaru mengindikasikan pembunuhan massal masih terjadi di dalam dan sekitar Kota El Fasher, Sudan.
Gambar itu terungkap beberapa hari setelah kota tersebut dikuasai Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF), kelompok paramiliter yang berperang dengan tentara reguler sejak April 2023.
Temuan tersebut diungkap Laboratorium Penelitian Kemanusiaan Universitas Yale dalam laporan yang dirilis pada Jumat (31/10/2025), berdasarkan analisis citra satelit selama lima hari terakhir.
Baca juga: Pembantaian El-Fasher Sudan Tak Kenal Ampun, RS Terakhir Diserbu
Mereka menemukan setidaknya 31 kelompok obyek yang dinilai konsisten dengan tubuh manusia, tersebar di lingkungan permukiman, halaman kampus, dan kompleks militer.
"Indikator bahwa pembunuhan massal terus berlanjut terlihat jelas," tulis laporan tersebut.
El Fasher, benteng terakhir tentara Sudan di Darfur barat, jatuh ke tangan RSF pada Minggu (26/10/205) setelah pengepungan yang selama 18 bulan.
Sejak saat itu, laporan kekerasan terus bermunculan, termasuk eksekusi di tempat, kekerasan seksual, penjarahan, penculikan, dan serangan terhadap pekerja kemanusiaan.
Komunikasi di wilayah tersebut dilaporkan masih terputus, sehingga sulit memverifikasi informasi secara menyeluruh.
Pengungsi perang saudara Sudan tiba di Tawila, setelah melarikan diri dari El Fasher usai kota tersebut jatuh ke tangan pasukan Rapid Support Forces (RSF) pada 28 Oktober 2025.Beberapa menyebutkan anak-anak ditembak di hadapan orang tua mereka, sedangkan warga sipil lainnya dipukuli dan dirampok saat mencoba menyelamatkan diri.
Hayat, ibu dari lima anak, mengaku bahwa rombongan mereka dicegat di jalan oleh anggota RSF.
“Para pemuda yang bepergian bersama kami dicegat. Kami tidak tahu apa yang terjadi pada mereka,” ujarnya kepada AFP.
PBB melaporkan, lebih dari 65.000 orang mengungsi dari El Fasher. Namun, puluhan ribu lainnya masih terjebak di kota tersebut.
Sebelum serangan terakhir, diperkirakan ada sekitar 260.000 warga di El-Fasher.
Baca juga: Ngerinya Pembantaian di Sudan, 2.000 Warga Sipil Tak Berdaya Dieksekusi
Sementara itu, RSF mengeklaim menangkap sejumlah anggotanya yang dituduh melakukan pelanggaran.
Meski begitu, Kepala Koordinasi Kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, meragukan komitmen kelompok tersebut untuk menyelidiki dugaan pelanggaran secara serius.
Baik RSF maupun tentara Sudan dituduh melakukan kejahatan perang selama konflik yang telah berlangsung lebih dari satu tahun.
Dengan direbutnya El Fasher, RSF kini menguasai seluruh ibu kota negara bagian di wilayah Darfur.
Di sisi lain, kekuatan militer pemerintah tetap berada di bagian utara, timur, dan tengah Sudan, membelah negara tersebut secara de facto ke dalam dua wilayah kekuasaan yang berbeda.
Baca juga: Perang Saudara di Sudan: Apa Akar Masalah dan Dampaknya?
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang