KOMPAS.com - Center of Economics and Law Institute (CELIOS) mengkritik pemberian tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029.
Selain itu, anggota DPR juga mendapat kenaikan tunjangan beras menjadi Rp 12 juta dan tunjangan bensin menjadi Rp 7 juta.
Tunjangan rumah diberikan sebagai pengganti rumah jabatan anggota (RJA) atau rumah dinas yang dinilai sudah tua dan sering rusak.
Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS Media Akbar Askar mengatakan, kenaikan tunjangan untuk anggota DPR merupakan bentuk ketidakpekaan terhadap ketimpangan sosial masyarakat yang terjadi saat ini.
Sebagai contoh, jika tunjangan rumah dibandingkan dengan rata-rata upah pekerja di Jakarta pada 2025 sebesar Rp 5 juta maka anggota DPR mendapat kompensasi yang sangat besar.
“Meskipun secara mekanisme itu sesuai aturan dan secara formal sah, tapi tidak selalu sama dengan sah secara moral. Jadi, konteksnya di situ,” ujar Askar kepada Kompas.com, Rabu (20/8/2025).
Baca juga: Daftar Tunjangan Anggota DPR yang Alami Kenaikan: Rumah Rp 50 Juta, Beras Rp 12 Juta
Askar juga menilai, tunjangan secara logika adalah pendapatan tambahan untuk anggota DPR.
Jika DPR berdalih pemberian tunjangan yang salah satunya untuk rumah lebih efisien ketimbang merawat RJA, hal ini dinilai tidak sesuai oleh Askar.
DPR seharusnya tidak meningkatkan tunjangan-tunjangan seperti itu apabila ingin melakukan efisiensi seperti yang digaungkan pemerintah sejak awal 2025.
“Karena secara nominal mereka sudah menerima uang yang sangat-sangat besar dengan kinerja yang menurut sebagian masyarakat juga masih sangat-sangat jauh dari harapan,” kata Askar.
“Jadi, saya tidak sepakat bahwa dengan Rp 50 juta lebih baik dibanding merawat rumah jabatan anggota DPR,” sambungnya.
Baca juga: Gaji dan Tunjangan Anggota DPR RI 2025, Ada Tambahan Insentif Rumah Rp 50 Juta
Askar menambahkan, gaji anggota DPR sebaiknya digabung menjadi satu komponen ketimbang menambahkan tunjangan lain.
Sebabnya, anggota DPR mendapat pemasukan yang sangat besar jika menerima gaji pokok ditambah tunjangan dan benefit-benefit lain.
Menurut Askar, prinsip fiskal memandang bahwa kompensasi dalam bentuk tunjangan, baik untuk perumahan, beras, dan BBM, dilakukan ketika rakyat secara umum tidak mendapatkan kompensasi secara penuh.
“Jadi, ini sangat miris. Idealnya malah enggak perlu ada tunjangan-tunjangan ini,” imbuh Askar.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya