JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Gizi Nasional (BGN) mengembalikan anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp 70 triliun ke kas negara.
Pengembalian ini menimbulkan keraguan terkait anggaran MBG tahun depan yang mencapai Rp 335 triliun dapat terserap sepenuhnya dan dijalankan secara optimal.
Menurut Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, alasan dikembalikannya anggaran tersebut bukan semata-mata tidak terserap karena program tidak berjalan dengan baik, melainkan adanya penurunan bujet.
Baca juga: Target 82,9 Juta Penerima MBG Molor, Zulhas: Terealisasi Maret 2025
Ia menjelaskan, mulanya alokasi anggaran MBG untuk tahun 2025 sebesar Rp 71 triliun, kemudian anggarannya ditambah Rp 100 triliun, sehingga total menjadi Rp 171 triliun.
Alokasi itu mempertimbangkan rencana awal bahwa dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) akan dibangun seluruhnya oleh BGN.
"Walaupun sebetulnya MBG ini bukan di saya, tapi kebetulan saya ikut mendengarkan dan ikut memberikan masukan juga, bahwa MBG ini awalnya itu, semua dapurnya mau dibangun oleh BGN," kata Rosan saat sesi wawancara dengan KompasTV terkait satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Senin (20/10/2025) malam.
"Tapi kemudian, dalam perjalanannya kita menyampaikan bahwa kalau ini dibangun semuanya oleh BGN, keikutsertaan dari dunia usaha itu kan jadi tidak berjalan," lanjutnya.
Alhasil, pelaku usaha diberi ruang untuk terlibat dalam pembangunan SPPG.
Keterlibatan dunia usaha ini, terutama UMKM dan pelaku usaha lokal, diharapkan mendorong peningkatan ekonomi di masing-masing daerah.
Menurut Rosan, berjalannya keterlibatan dunia usaha dalam pembangunan SPPG diketahuinya melalui laporan-laporan dari para pelaku usaha kepada dirinya.
"Dapur-dapur ini banyak justru dibikin oleh dunia usaha. Banyak oleh UMKM, pengusaha-pengusaha daerah. Saya tahu banget, kenapa? Karena saya dapat laporan dari Kadin, saya dapat laporan dari teman-teman Apindo," ungkap pria yang pernah menjabat Ketum Kadin periode 2015-2020 ini.
Maka dari itu, ada anggaran dalam program MBG yang memang tidak terpakai, seiring berpartisipasinya para pelaku usaha.
Kondisi ini menimbulkan penurunan bujet, sehingga adanya pengembalian Rp 70 triliun dari BGN ke kas negara.
"Jadi bujet yang tadi dialokasikan untuk bangun dapur, yang di mana setiap bangunan itu kurang lebih cost-nya sekitar hampir Rp 2-3 miliar, itu justru digerakkan oleh para dunia usaha di daerah," ucapnya.
"Capex yang di awal, itu sekarang oleh kita ingin menggerakkan dunia usaha di daerah, maka terjadilah penurunan bujet. Bukan bujetnya tidak terserap, karena justru kita ingin menggerakkan pengusaha-pengusaha di daerah untuk ikut semua di MBG," lanjut Rosan.
Baca juga: Dari Mana Asal Deposito Rp 285,6 Triliun Milik Pemerintah di Bank? Ini Penjelasan Purbaya