KOMPAS.com — Di balik perbukitan tandus dan hamparan sabana yang menjadi ciri khasnya, Desa Mata Wee Lima di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, menyimpan potensi besar yang siap digali.
Potensi tersebut tidak hanya tentang kekayaan alam, tetapi juga tentang semangat para ibu atau "mama" yang tak pernah padam. Hal ini terucap hangat dari para ibu di Kelompok Sari Jahe setelah mengikuti pelatihan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari Shopee Indonesia.
Program tersebut bak jendela kecil yang membuka jalan baru bagi mereka menuju dunia yang lebih luas.
Sebelumnya, perekonomian di Desa Mata Wee Lima berjalan secara mandiri. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil kebun sendiri. Warga desa pun jarang berinteraksi degan pasar di luar desa.
Bagi para mama, mereka tidak pernah membayangkan hasil kebun desa bisa dikenal secara luas.
Lewat pelatihan yang difasilitasi oleh Shopee Indonesia bersama seorang fasilitator dari United Nations Development Programme (UNDP), perlahan harapan hasil kebun mereka bisa dikenal masyarakat di luar desa mulai tumbuh.
Salah satu peserta pelatihan, Kristina Koni Bulu, mengungkapkan rasa syukur atas kehadiran program ini di desanya. Menurutnya, kedatangan tim Shopee ke desa terpencil, seperti Mata Wee Lima, merupakan suatu kebanggaan tersendiri.
"Jangan lepas kami karena kebetulan tim Shopee sudah datang kunjungi kami di desa ini, di desa pelosok," kata Kristina atau akrab disapa Mama Len.
Kristina mengakui bahwa selama ini, ia hanya mengenal e-commerce sebagai tempat berbelanja, bukan platform berjualan. Ia dan ibu-ibu lain di kelompoknya masih membutuhkan banyak bimbingan untuk bisa mengelola toko online sendiri.
Perempuan berusia 52 tahun itu juga menuturkan, materi pelatihan membuka wawasan baru tentang peluang bisnis digital. Trainer Shopee menjelaskan berbagai fitur dan cara kerja platform yang sebelumnya tidak mereka ketahui.
"Jadi, setelah mendengarkan pelajaran dari Kakak Achi (trainer Shopee), kami jadi tahu bisa jualan di Shopee," tutur Mama Len.
Menurutnya, tantangan terbesar saat ini adalah penggunaan aplikasi di ponsel, baik oleh dirinya maupun rekan-rekannya di desa. Meski mulai memahami sedikit demi sedikit, kemampuan untuk mengoperasikan ponsel dan menavigasi aplikasi digital masih menjadi kendala tersendiri.
Ponsel bagi sebagian besar warga di Desa Mata Wee Lima hanya digunakan untuk komunikasi SMS atau telepon dan sesekali berselancar di media sosial, seperti Facebook dan YouTube. Fitur-fitur canggih smartphone belum dimanfaatkan secara optimal.
"Lebih-lebih pakai aplikasi di handphone. Ini yang membuat kami tidak tahu sama sekali," kata Mama Len dengan tulus.
Trainer dari Shopee Indonesia saat menyampaikan materi pelatihan UMKM di Balai Desa Mata Wee Lima, Sumba Barat Daya.Kelompok Sari Jahe selama ini menjadi pusat kegiatan produktif para mama di Desa Mata Wee Lima. Tak hanya mengolah jahe, mereka juga memiliki beragam komoditas unggulan lain, seperti porang, singkong, keladi, serai dapur, kemiri, dan kopi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya