Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Minta Presiden Prabowo Benahi Tata Kelola Sawit Sesuai Aturan Hukum

Kompas.com - 29/10/2025, 17:40 WIB
Suparjo Ramalan ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade) meminta Presiden Prabowo Subianto segera menata ulang kebijakan tata kelola sawit dan kehutanan yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum.

Harapan ini disampaikan Wakil Ketua Umum Samade, Abdul Aziz, menanggapi kebijakan Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang menyita sekaligus mendenda banyak kebun sawit karena dianggap berada di dalam kawasan hutan.

Menurut Aziz, banyak kebun yang disita justru telah mengantongi sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) maupun sertifikat tanah resmi yang dikeluarkan negara. Kondisi ini mencerminkan ketidakjelasan tata batas kawasan hutan yang menjadi dasar hukum tindakan Satgas PKH.

“Harapan kami sederhana. Karena masalah ini bukan terjadi di era Pak Prabowo, inilah kesempatan emas bagi beliau untuk menertibkan tata kelola sawit agar sesuai aturan hukum. Kalau Kementerian Kehutanan tertib, hukum bisa ditegakkan, rakyat tenang, dan negara diuntungkan,” ujar Abdul Aziz dalam siaran persnya, Rabu (29/10/2025).

Baca juga: PTPN III Bidik Investasi Rp 60 Triliun, Bangun Pabrik Biodiesel dan Perluas Lahan Sawit

Aziz menjelaskan, setelah Perpres No. 5/2025 diterbitkan, pemerintah membentuk Satgas PKH yang mulai melakukan penyitaan terhadap lahan-lahan perkebunan sawit.

Awalnya yang disasar adalah perusahaan besar, namun kini merembet hingga lahan masyarakat seluas 10 hektar ke atas. Satgas PKH telah menyita 3,4 juta hektar lahan sawit yang dinilai masuk kawasan hutan.

“Begitu plang bertuliskan ‘lahan dalam penguasaan negara’ dipasang, petani langsung dipanggil Satgas, diperiksa, bahkan disodorkan surat penyerahan lahan. Suratnya undangan klarifikasi, tapi gayanya seperti pemeriksaan,” jelasnya.

Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga berdampak serius terhadap produktivitas dan ekonomi petani. Banyak petani menghentikan perawatan dan pemupukan kebun karena takut usahanya disita.

“Di Riau misalnya, keresahan sudah tinggi. Petani berhenti merawat kebun, dan banyak yang kesulitan membayar cicilan ke bank. Dampaknya luar biasa, bukan hanya di Riau tetapi juga di Jambi, Sumut, dan Kalteng,” kata Aziz.

Selain Perpres 5/2025, Aziz juga menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2025 yang disebutnya lebih mengerikan karena mengatur sanksi denda dan penyitaan sekaligus.

“Substansi PP 45 ini tetap sama: berbasis pada klaim kawasan hutan yang belum jelas status hukumnya. Kalau kawasan hutannya tidak dikukuhkan, dasar hukum PP itu lemah. Jadi, kami tidak terlalu tertarik membahas PP 45 karena dasarnya saja sudah tidak jelas,” tegasnya.

Ia mengaku sudah menyalurkan aspirasi petani sawit melalui berbagai jalur konstitusional.

“Kami sudah sampaikan ke DPR RI, dua kali RDP, ke Komnas HAM, Ombudsman, dan Komisi XIII. Kami juga sudah kirim surat ke Presiden, tapi entah kenapa belum terlihat tindak lanjutnya. Jangan-jangan Presiden terkurung dalam labirin birokrasi,” katanya.

Menurutnya, masalah utama terletak pada ketidakjelasan data dan klaim kawasan hutan yang dibuat Kementerian Kehutanan.

Ia menilai, jika Presiden Prabowo berani menertibkan sektor ini, akan menjadi tonggak sejarah bagi pemerintahan baru.

Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS Pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS Pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Ekbis
Kenalin Bobibos, BBM Nabati yang Diklaim Ramah Lingkungan
Kenalin Bobibos, BBM Nabati yang Diklaim Ramah Lingkungan
Energi
PKH November 2025 Sudah Cair, Begini Cara Cek Penerimanya
PKH November 2025 Sudah Cair, Begini Cara Cek Penerimanya
Ekbis
Di Bawah Kepemimpinan Hendrik Komandangi, Bank Saqu Jadi Mitra Pertumbuhan Korporasi
Di Bawah Kepemimpinan Hendrik Komandangi, Bank Saqu Jadi Mitra Pertumbuhan Korporasi
Ekbis
Daftar Tarif Listrik Terbaru Mulai Oktober 2025, Harga per KWH untuk Semua Golongan
Daftar Tarif Listrik Terbaru Mulai Oktober 2025, Harga per KWH untuk Semua Golongan
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau