“Modifikasi cuaca mulai Sabtu, Minggu, dan Senin,” ujar Endro.
Namun, efektivitas modifikasi cuaca untuk mengatasi banjir di Semarang dipertanyakan.
Pakar Tata Kota Universitas Diponegoro (Undip), Ing Wiwandari Handayani, menilai rekayasa cuaca hanya memindahkan masalah tanpa menyelesaikan akar masalah banjir.
“Menurut saya sih itu memindahkan masalah banjir, tetapi tidak menyelesaikan masalah,” ungkap Wiwik, sapaan akrabnya, seperti yang dikutip Kompas.com, Selasa (28/10/2025).
Beberapa lokasi seperti Kaligawe menghadapi kondisi lahan memprihatinkan akibat penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut.
Wiwik menjelaskan, hujan dengan intensitas sedang saja di wilayah Kaligawe tetap berpotensi menimbulkan banjir.
“Kalau mau modifikasi cuaca, dipindahkan ke tempat lain agar hujan itu turun di daerah yang mungkin kapasitas wilayahnya masih lebih baik daripada Kaligawe. Tetapi, belum tentu daerah tersebut aman dari hujan ekstrem,” tambahnya.
Wiwik juga mengkhawatirkan jika hujan dipindahkan ke daerah hulu, aliran air tetap akan menuju hilir, termasuk Kaligawe dan Semarang bagian timur.
“Malah sama aja mungkin hanya menunda saja. Hujannya ditunda tidak dalam waktu yang bersamaan, tapi kan akar masalahnya tidak terselesaikan,” jelasnya.
Baca juga: BNPB Modifikasi Cuaca Semarang untuk Redakan Banjir yang Masih Menggenang
Menurut Wiwik, upaya modifikasi cuaca tidak bisa menjadi solusi utama jika perubahan tata ruang dan pengelolaan drainase tidak diperhatikan.
Perubahan fungsi lahan dari daerah resapan menjadi perumahan dan infrastruktur memperparah risiko banjir.
“Banjir yang selama ini terjadi tidak pernah ditangani secara menyeluruh dari hulu sampai hilir. Fokusnya di hilir, bikin tanggul laut, normalisasi sungai, kemarin juga sempat ‘menyalahkan pompa’ dan saluran drainase, bisa jadi itu masalah,” tuturnya.
“Tetapi, akar masalahnya sebenarnya itu perubahan guna lahan yang tidak terkendali,” tandasnya.
Ia menekankan bahwa perbaikan drainase dan normalisasi sungai hanya efektif, jika dikombinasikan dengan penataan wilayah di hulu.
“(Alih fungsi lahan) Itu kan memperparah sedimentasi dan membebani drainase. Kemudian, seolah-olah jadi salahnya drainase,” ucapnya.
“Padahal misalnya nih drainasenya dibenahi, tapi lahan-lahan yang seharusnya sebagai daerah resapan itu dibiarkan terbangun, saya yakin Semarang akan tetap mengalami persoalan yang sama, masalah banjir,” pungkas Wiwik.
(Sumber: Kompas.com/ Muchamad Dafi Yusuf/Titis Anis Fauziyah | Ihsanuddin/Krisiandi)
Baca juga: BPBD Bali Minta Warga Gunakan Media Alternatif Sebelum Alarm Banjir Terpasang
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang