KOMPAS.com - Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIII, Raja Keraton Kasunanan Surakarta meninggal dunia dalam usia 77 tahun pada pada Minggu (2/11/2025) pagi.
Dilansir dari TribunSolo.com, Sinuhun Pakubuwono XIII berpulang sekitar pukul 07.30 WIB, di Rumah Sakit Indriati karena sakit.
Kabar kepergian sang raja meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat dan keluarga besar Keraton Surakarta Hadiningrat.
Berikut adalah profil singkat PB XIII yang dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber.
Baca juga: Profil Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, Raja Keraton Solo yang Wafat di Usia 77 Tahun
Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, Raja Keraton Kasunanan Surakarta merupakan putra tertua Pakubuwono XII lahir pada 28 Juni 1948 dengan nama kecil Gusti Raden Mas (GRM) Suryadi.
Namun, karena masa kecilnya kerap sakit, namanya kemudian diganti menjadi GRM Suryo Partono.
Ia merupakan putra tertua dari Sri Susuhunan Pakubuwono XII dengan Kanjeng Raden Ayu Pradapaningrum.
Saat menjadi putra mahkota, ia menyandang gelar Kangjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Hangabehi.
Setelah naik tahta, gelar lengkapnya yaitu Kanjeng Susuhunan Prabu Sri Paku Buwono Senapati ing Alaga Ngabdulrahman Sayidin Panatagama Kaping XIII.
Baca juga: Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Wafat, Pemakaman Raja Keraton Solo Akan Dilakukan di Imogiri
Dikutip dari TribunSolo.com, sebelum naik takhta, Hangabehi dikenal aktif di berbagai bidang.
Ia pernah menjabat sebagai Pangageng Museum Keraton Surakarta serta menempati sejumlah posisi penting di lingkungan keraton.
Pada tahun 1985, Hangabehi turut memimpin penanganan krisis saat terjadi kebakaran besar di Keraton Surakarta dan berhasil menyelamatkan banyak pusaka berharga.
Atas jasanya, ayahandanya, Pakubuwono XII, menganugerahkan kepadanya Bintang Sri Kabadya I, penghargaan tertinggi yang hanya diterima olehnya di antara seluruh putra raja.
Selain aktif di lingkungan keraton, Hangabehi juga sempat bekerja kantoran. Ia bekerja di Caltex Pacific Indonesia, Riau, sebelum kemudian menetap di Jakarta.
Hangabehi dikenal memiliki hobi di bidang musik dan teknologi, bahkan pernah aktif di Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI).
Atas kontribusinya dalam pelestarian budaya, ia juga menerima gelar Doktor Kehormatan dari Global University (GULL), Amerika Serikat.
Potret Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII.Pada tahun 1979, melalui keputusan adat (paugeran), GRM Suryo Partono ditetapkan sebagai putra mahkota dengan gelar Kangjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Hangabehi, yang berarti ia menjadi calon penerus sah tahta Kasunanan Surakarta.
Ia kemudian menaiki tahta menggantikan Sri Susuhunan Pakubuwono XII yang wafat pada 11 Juni 2024, setelah sang ayah menjadi raja di Keraton Solo selama 59 tahun (1945-2004).
Sebagai Pakubuwono XIII, ia bertakhta sejak dinobatkan pada 10 September 2004 dengan didampingi oleh permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Pakubuwono XIII Hangabehi.
Gelar lengkapnya saat bertahta sebagai Raja Keraton Kasunanan Surakarta yaitu Kanjeng Susuhunan Prabu Sri Paku Buwono Senapati ing Alaga Ngabdulrahman Sayidin Panatagama Kaping XIII.
Pakubuwono XIII kemudian dikenal sebagai sosok pemimpin yang tegas namun rendah hati, dengan perhatian besar terhadap pelestarian budaya Jawa, khususnya gaya Surakarta.
Ia aktif memimpin berbagai upacara adat penting seperti Grebeg, Sekaten, Labuhan, Kirab Malam 1 Sura, hingga Tingalan Dalem Jumenengan.
Sebelum wafat beliau sempat melaksanakan upacara kenaikan takhta atau tingalan dalem Jumenengan ke-21 Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakubuwono (PB) XIII.
Upacara tersebut digelar di Keraton Solo dan berlangsung khidmat pada Sabtu (25/1/2025) lalu di Sasana Sewaka.
Dilansir dari Kompas.com, kenaikan tahta Sri Susuhunan Pakubuwana XIII menjadi sebuah sorotan karena polemiknya berlangsung selama bertahun-tahun.
Masalah dualisme raja sempat terjadi setelah Paku Buwono XII mangkat pada 2004, yaitu antara Sinuhun Hangabei dan Sinuhun Tedjowulan.
Putra tertua PB XII dari selir ketiga, Sinuhan Hangabehi pada 31 Agustus 2004 mendeklarasikan diri sebagai raja.
Namun, putra dari selir lain, Sinuhan Tedjowulan turut menyatakan diri sebagai raja pada 9 November 2004.