Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Awan Berwarna-warni di Atas Yogyakarta, BMKG Beri Penjelasan

Kompas.com - 01/11/2025, 20:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Unggahan foto yang memperlihatkan cahaya berwarna-warni di atas awan wilayah Yogyakarta ramai dibicarakan di media sosial.

Foto-foto tersebut diunggah oleh akun Instagram @895***** pada Jumat (31/10/2025).

"Apakah tadi siang ada yang melihat awan di atas Kota Jogja seperti itu, gaes? Apakah ada hubungannya dengan hujan deras dan angin kencang tadi siang?" tulis keterangan unggahan tersebut.

Beberapa warganet di kolom komentar menyebut fenomena itu sebagai fire rainbow.

"Ga ada hubungannya sama hujan deras, justru kamu beruntung bisa lihat fire rainbow kayak gitu, CMIIW," tulis seorang warganet.

Lantas, sebenarnya fenomena apa yang terjadi di langit Yogyakarta tersebut?

Baca juga: Langit Cerah Tanpa Awan Disertai Angin Dingin, Tanda Sudah Kemarau? Ini Kata BMKG


Awan warna-warni di Yogyakarta

Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Yogyakarta, Warjono, menjelaskan bahwa cahaya berwarna-warni dalam unggahan tersebut merupakan fenomena cloud iridescence.

Cloud iridescence adalah fenomena optik ketika awan menampilkan warna-warni seperti pelangi akibat difraksi (pembelokan) cahaya Matahari atau Bulan oleh tetesan air kecil atau kristal es di dalam awan.

Fenomena ini juga dikenal dengan sebutan awan iridesen, awan pelangi, atau awan iriasi.

“Fenomena tersebut lebih dikenal dengan istilah cloud iridescence, atau di beberapa media disebut juga fire rainbow," kata Warjono kepada Kompas.com, Sabtu (1/11/2025).

"Terbentuknya karena droplet air di udara terdifraksi oleh kristal es pada awan tinggi sehingga membentuk ilusi optik menyerupai pelangi atau dalam beberapa kasus tampak seperti ‘topi pelangi’,” sambungnya.

Ia pun memastikan, fenomena cloud iridescence merupakan kejadian yang lazim terjadi.

Baca juga: Beredar Video Gumpalan Hitam Mirip Awan Berterbangan di Subang, Ini Penjelasan BMKG

Terjadi pada awan yang menjulang tinggi

Warjono menjelaskan, cloud iridescence hanya terjadi pada awan-awan yang menjulang tinggi dan biasanya muncul ketika awan masih tipis dan baru terbentuk.

Fenomena ini paling sering terlihat pada pagi atau sore hari, saat posisi Matahari rendah sehingga sudut cahayanya menghasilkan warna-warna pastel yang lembut.

Dikutip dari Kompas.com (16/5/2025), cloud iridescence umumnya tampak di dekat Matahari, dengan jarak sudut sekitar 10–40 derajat dari posisinya.

Untuk itu, waktu dan posisi pengamatan sangat menentukan untuk bisa melihatnya.

Selain itu, faktor kelembapan, suhu, dan kondisi atmosfer juga berpengaruh terhadap pembentukan awan dan kualitas warna iridescence, biasanya terjadi ketika suhu hangat dan udara cukup kering.

Baca juga: Beredar Citra Surabaya dan Sekitarnya Tampak Tak Dilewati Awan, Ini Kata BMKG

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Wali Kota di Meksiko Tewas Ditembak di Tengah Perayaan Hari Orang Mati
Wali Kota di Meksiko Tewas Ditembak di Tengah Perayaan Hari Orang Mati
Tren
Beli Tiket Kereta Api Lewat KAI Access Kena Platform Fee Rp 3.000, KAI: Tak Jadi
Beli Tiket Kereta Api Lewat KAI Access Kena Platform Fee Rp 3.000, KAI: Tak Jadi
Tren
Daftar Kampus dengan Prodi S1 Manajemen Terbaik di Indonesia 2025
Daftar Kampus dengan Prodi S1 Manajemen Terbaik di Indonesia 2025
Tren
Sering Tidak Disadari, 10 Kebiasaan Ini Membuat Rumah Berbau Tak Sedap
Sering Tidak Disadari, 10 Kebiasaan Ini Membuat Rumah Berbau Tak Sedap
Tren
Pesawat Airbus A400M Pertama untuk TNI AU Tiba di Indonesia, Ini Harga dan Spesifikasinya
Pesawat Airbus A400M Pertama untuk TNI AU Tiba di Indonesia, Ini Harga dan Spesifikasinya
Tren
Cara Aktivasi Paket ChatGPT Go Telkomsel
Cara Aktivasi Paket ChatGPT Go Telkomsel
Tren
Nasi di Kulkas Lebih dari 24 Jam, Aman untuk Diabetes atau Berisiko Jadi Racun?
Nasi di Kulkas Lebih dari 24 Jam, Aman untuk Diabetes atau Berisiko Jadi Racun?
Tren
Studi: Negara Paling Bahagia Bisa Jadi Negara Paling Sehat, Ini Syaratnya
Studi: Negara Paling Bahagia Bisa Jadi Negara Paling Sehat, Ini Syaratnya
Tren
Mesir Akhirnya Buka Grand Egyptian Museum di Dekat Piramida Giza, Apa Isinya?
Mesir Akhirnya Buka Grand Egyptian Museum di Dekat Piramida Giza, Apa Isinya?
Tren
Nyalakan Terang dari Serang hingga Kupang: Hana dan Tata Bergerak Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual
Nyalakan Terang dari Serang hingga Kupang: Hana dan Tata Bergerak Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual
Tren
Ingin Rumah Tetap Sejuk Tanpa AC? Ini 3 Tips dari Dosen Teknik Sipil
Ingin Rumah Tetap Sejuk Tanpa AC? Ini 3 Tips dari Dosen Teknik Sipil
Tren
Horor Kemacetan: Menghidupkan (Kembali) 'Work from Everywhere'
Horor Kemacetan: Menghidupkan (Kembali) "Work from Everywhere"
Tren
Hati-hati, Ragam Perangkat Ini Tetap Sedot Listrik meski Tombol “Off” Sudah Ditekan
Hati-hati, Ragam Perangkat Ini Tetap Sedot Listrik meski Tombol “Off” Sudah Ditekan
Tren
15 Kelompok Orang yang Bisa Nikmati MRT, LRT, dan Transjakarta Gratis 6 Bulan, Siapa Saja?
15 Kelompok Orang yang Bisa Nikmati MRT, LRT, dan Transjakarta Gratis 6 Bulan, Siapa Saja?
Tren
Warganet Pertanyakan Reaktivasi Jalur KA Purwokerto–Wonosobo, Ini Tanggapan KAI
Warganet Pertanyakan Reaktivasi Jalur KA Purwokerto–Wonosobo, Ini Tanggapan KAI
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau