JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengawali tahun pertama masa kerja dengan menggelontorkan berbagai insentif dan bantuan sosial atau bansos.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, penebalan bansos dan stimulus yang dijalankan dalam setahun terakhir, mulai dari diskon listrik awal tahun, Bantuan Subsii Upah (BSU) atau insentif Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk pekerja sektor tertentu, bantuan pangan beras, hingga paket 8+4+5 adalah respons kebijakan yang tepat.
"Dalam konteks permintaan domestik yang masih perlu didorong," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (21/10/2025).
Ia menambahkan, permintaan rumah tangga dan sejumlah indikator ritel, semen, serta kendaraan belum pulih kuat sehingga diperlukan dorongan sisi permintaan, sejalan dengan moderasi inflasi.
Baca juga: Catatan Setahun Prabowo-Gibran: Bansos dan Insentif Bantu Masyarakat Jaga Daya Beli
Chief Economist Permata Bank Josua Pardede dalam acara PIER Q1 2025 Exonomics Review & Media Gathering, Rabu (14/5/2025)."Sehingga logika kebijakannya adalah menjaga daya beli, mencegah PHK, dan menahan pelemahan sentimen konsumen pada fase pemulihan yang belum merata," imbuh dia.
Dari sisi detail kebijakan, pemerintah pada 2025 ini menjalankan serangkaian langkah mulai dari diskon listrik untuk rumah tangga daya 450–2200 VA, BSU dan insentif PPh 21 bagi pekerja sektor turisme dan pekerja industri padat karya, dan bantuan pangan 10 kg beras per keluarga peneriman manfaat (KPM) pada Oktober dan November.
Selain itu, pemerintah juga memberikan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja/Jaminan Kematian (JKK/JKM) bagi pekerja non-upah di transportasi, program magang 20.000 sarjana, perluasan padat karya Kemenhub–KemenPUPR, serta fasilitas perumahan BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga: Apa Itu Desil dalam Penyaluran Bansos? Ini Penjelasan dan Cara Ceknya
Menurut Josua, paket bantuan tersebut menempatkan porsi terbesar ke penyerapan kerja atau padat karya dan langsung ke kantong rumah tangga. Dengan demikian, bansos pemerintah tepat sasaran untuk menopang konsumsi.
Dampaknya terhadap pertumbuhan paling terlihat lewat kanal konsumsi rumah tangga. Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2025 tumbuh 5,12 persen secara tahunan (yoy), dengan konsumsi rumah tangga menjadi kontributor terbesar atau sekitar 54 persen pangsa PDB dan kembali menguat.
Sementara itu, investasi bangunan dan mesin juga membaik. Keduanya saling menguatkan dengan bansos atau insentif dan program padat karya. Industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi menjadi penyumbang utama dari sisi lapangan usaha.
Ini sejalan dengan tujuan bansos sebagai penyangga daya beli dan penopang aktivitas sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja.
Baca juga: Setahun Prabowo-Gibran, Apa Saja Deretan Insentif Pajak buat Rakyat?
Efek pengaman pada stabilitas harga juga tercermin dari inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1 persen, dengan pemerintah dan otoritas terkait mengandalkan intervensi harga pangan dan bantuan beras atau minyak goreng untuk meredam volatile food.
Pada saat yang sama, harga barang yang diatur atau administered price dijaga lewat kebijakan energi sehingga beban rumah tangga tidak melonjak.
"Kombinasi ini membuat perbaikan daya beli lebih efektif, tanpa mendorong lonjakan inflasi inti," ucap Josua.
Baca juga: Bansos Beras Oktober 2025 Mulai Cair, Ini Kriteria dan Cara Cek Penerimanya
Selain jalur bansos, bauran kebijakan pada satu tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran juga memperkuat transmisi ke sektor riil. Beberapa contoh kebijakannya misalnya adalah pelonggaran moneter BI dan intensifnya insentif likuiditas mendorong suku bunga turun, kredit tumbuh, dan uang beredar bertambah.
Koordinasi ini penting supaya efek bansos terhadap konsumsi tidak teredam oleh kondisi pembiayaan yang ketat.
Dari sisi tata kelola fiskal, pemerintah memastikan ruang anggaran tetap terjaga dengan outlook defisit 2025 sebesar 2,78 persen PDB melalui prioritas belanja pada ketahanan pangan-energi, Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, dan perlindungan daya beli.
Kebijakan tersebut memberi bobot keberlanjutan pada program sosial sekaligus menjaga kredibilitas fiskal. Sedikit catatan, realisasi defisit per 31 Agustus berada di sekitar 1,35 persen PDB, sehingga manuver bansos tetap dalam pagar fiskal yang prudent.
Baca juga: Subsidi Beras Tembus Rp 150 T, Mentan Minta Pengusaha Besar Tidak Ganggu Kepentingan Orang Banyak