KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menilai bahwa minimnya tutupan hutan di Bali menjadi salah satu faktor utama penyebab banjir yang melanda Pulau Dewata pekan ini.
Dalam pernyataannya, Hanif menyebutkan bahwa kawasan hulu di sekitar Gunung Batur, yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air, memiliki tutupan hutan yang sangat kecil.
"Lanskap kita untuk Bali ke atas (utara) sampai Gunung Batur ini tutupan hutannya sangat kecil, kurang dari 4 persen, jadi dari 49 ribu hektare daerah aliran sungainya, yang ada tutupannya kurang dari 1.200 hektare. Ini sangat kecil, ya pohonnya, jadi kita harus mengubah semua detail rencana lanskap kita,” jelas Hanif, Sabtu (13/9/2025).
Baca juga: Prabowo Tinjau Titik Korban Banjir Bali Pastikan Penanganan Bencana Berjalan
Selain minimnya tutupan hutan, Hanif juga menyoroti masalah alih fungsi lahan yang semakin memperburuk daya serap air di Bali.
Menurutnya, pemerintah pusat siap bekerja sama dengan Pemprov Bali untuk memperkuat tata ruang dan penegakan hukum terkait hal ini.
"Langkah konkretnya kita akan memitigasi, memberikan arah semacam kajian hidup strategis yang harus menjadi rujukan Pemprov Bali dan di bawahnya (kebijakan pendukung) harus kita lakukan,” tambahnya.
Hanif bahkan membuka opsi moratorium pembangunan di Bali mengingat pertumbuhan penduduk yang pesat tidak sejalan dengan kondisi lanskap yang ada.
Baca juga: Imbas Banjir di Bali, DPRD Dorong Pembenahan Tata Ruang dan Normalisasi Sungai
Hanif juga mengungkapkan bahwa masalah sampah menjadi faktor penting yang memperparah banjir.
Sampah yang menumpuk seringkali menyumbat saluran air, sehingga meningkatkan potensi banjir. "Timbulan sampah sebagian menyumbat daerah drainase. Itu kita harus berubah total. Semua upaya saat ini menuju itu,” katanya.
Ia menegaskan pentingnya pengurangan sampah plastik dan pelarangan air kemasan ukuran kecil agar kebijakan tersebut bisa berjalan efektif.
"Kalau tidak didukung kita semua, tidak akan selesai (soal sampah). Jadi, perlu menggerakkan semua komponen yang ada, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, NGO, media, semua wajib, harus bersama-sama," tegas Hanif.
Baca juga: Dilanda Banjir, Bali Perlu Evaluasi Tata Ruang
Banjir besar melanda tujuh kabupaten/kota di Bali setelah hujan ekstrem mengguyur sejak Selasa (9/9/2025). Daerah terdampak meliputi Denpasar, Jembrana, Gianyar, Klungkung, Tabanan, Karangasem, dan Badung.
Data sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali per Jumat (12/9) mencatat sedikitnya 17 korban meninggal dunia, sementara lima orang lainnya masih dalam pencarian.
Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan status tanggap darurat hingga 17 September 2025.
Baca juga: Pemkab Jembrana Normalisasi 2 Sungai Antisipasi Banjir Susulan di Bali
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster membantah bahwa musibah banjir yang melanda Pulau Dewata disebabkan oleh alih fungsi lahan.
Dalam penjelasannya saat meninjau pembongkaran bangunan di Jalan Sulawesi, Denpasar, Kamis (11/9/2025).
"Alih fungsi lahan kan di Badung, Gianyar, di Badung kan di daerah-daerah Kuta Utara, ini (Denpasar) kan jauh. Bukan alih fungsi lahan ini, lintasan sungainya ada di Kuta, hilirnya kan di sini," jelas Koster.
Ia menambahkan, untuk evaluasi banjir ke depan, pihaknya akan menelusuri sungai-sungai besar dari hulu ke hilir dan memastikan apakah terdapat kerusakan ekosistem di hulu sungai.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Menteri LH Soroti Minimnya Tutupan Hutan di Bali, Dinilai Perparah Banjir dan Gubernur Bali Wayan Koster Bantah Banjir Disebabkan Alih Fungsi Lahan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang