
INDUSTRI musik global sedang mengalami pergeseran paradigma yang belum pernah terjadi sebelumnya seiring dengan penetrasi kecerdasan buatan (AI) ke dalam berbagai aspek produksi, distribusi, dan konsumsi musik.
Laporan tahunan IFPI Global Music Report mengungkapkan bahwa pasar musik dunia telah mencapai nilai 28,6 miliar dollar AS, dengan pertumbuhan 9,8 persen secara tahunan.
Kontribusi terbesar berasal dari platform streaming digital yang menyumbang 67 persen dari total pendapatan industri.
Fenomena ini tidak terlepas dari perkembangan pesat teknologi generative AI yang memungkinkan produksi konten musik secara otomatis dan masif, sebagaimana dibuktikan dalam penelitian melalui sistem MusicLM (Agostinelli, A., et al., 2023) yang mampu menghasilkan komposisi musik utuh hanya berdasarkan input teks deskriptif.
Eksperimen terkontrol yang dilakukan White et al., (2025) memberikan bukti empiris bahwa 40 persen dari 700-an responden penelitian gagal membedakan antara komposisi musik yang dihasilkan AI dengan karya komposer manusia dalam uji blind test.
Temuan ini mengindikasikan bahwa batas antara kreasi manusia dan mesin semakin kabur, terutama untuk genre-genre musik populer yang memiliki struktur harmonis dan ritmis lebih terprediksi.
Baca juga: Putusan Pengadilan AS: Penggunaan Data Pelatihan AI Tak Langgar Hak Cipta
Dalam konteks produksi musik komersial, teknologi semacam ini telah diadopsi oleh berbagai production house besar, termasuk yang bekerjasama dengan label rekaman utama untuk mempercepat proses penciptaan demo dan backing track.
Namun, kemudahan produksi musik berbasis AI membawa konsekuensi serius terhadap tata kelola hak cipta dan ekonomi kreatif.
Telaah komprehensif yang dilakukan MUSO dalam Anti-Piracy Report 2023 mengungkap kerugian finansial industri musik mencapai 2,7 miliar dollar AS per tahun akibat berbagai bentuk eksploitasi digital, termasuk manipulasi sistem streaming melalui jaringan bot terorganisir.
Kasus Michael Smith yang terungkap pada awal 2023, melalui investigasi U.S. District Court for the Southern District of New York memberikan contoh nyata tentang eksploitasi sistem musik digital melalui AI.
Smith menciptakan jaringan lebih dari 3.500 akun palsu di berbagai platform streaming dan menggunakan algoritma generative AI untuk memproduksi lebih dari 120.000 lagu fiktif dalam kurun waktu 18 bulan.
Menurut dokumen pengadilan, operasi ini menghasilkan sekitar 1,2 juta stream harian dengan pendapatan kotor mencapai 10 juta dollar AS (setara Rp 160 miliar).
Lebih mengkhawatirkan, sistem bot yang dikembangkan Smith mampu meniru pola streaming alami pengguna manusia dengan akurasi 92 persen, membuatnya sulit terdeteksi oleh algoritma platform selama lebih dari dua tahun.
Dampak ekonomi dari kasus Smith bersifat multidimensional. Analisis MIDiA Research (2023) menunjukkan bahwa setiap 1 juta stream palsu yang dihasilkan jaringan Smith setara dengan pengurangan pendapatan sebesar 3.000-4.000 dollar AS yang seharusnya diterima musisi legitimit.
Dalam skala makro, Federal Trade Commission dalam laporan khususnya (FTC, 2023) memperkirakan bahwa praktik serupa telah mengalihkan sekitar 300 juta dollar AS per tahun dari aliran royalti yang sah.