Rencananya, jenazah akan diarak menggunakan kereta kencana pusaka yang ditarik delapan ekor kuda, menuju Loji Gandrung, sebelum melanjutkan perjalanan dengan ambulans ke Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Adik kandung mendiang raja, KGPH Puger, menjelaskan bahwa kereta kencana pusaka itu terakhir kali dipugar pada masa pemerintahan Pakubuwono X.
“Kereta jenazah digunakan untuk mengantar dari dalam keraton hingga keluar. Dari sini ke Ndalem Wuryoningratan, baru ganti ambulans,” ujar KGPH Puger dikutip dari Tribun Solo.
Kereta pusaka tersebut disimpan di gedung penyimpanan kereta Talangpaten dan hanya digunakan saat mengiringi jenazah raja.
Baca juga: Persiapan Pemakaman PB XIII Hangabehi di Imogiri, Jenazah Raja Surakarta Dimakamkan Rabu
Setelah dimandikan, jenazah PB XIII disemayamkan di Masjid Pujosono, yang terletak di belakang Sasana Sewaka, sebelum diberangkatkan menuju Imogiri pada Rabu (5/11/2025). Prosesi akan melewati Magangan dan Alun-Alun Selatan (Kidul).
“Tidak ada prosesi adat khusus. Tata cara pemakaman raja pada dasarnya serupa dengan masyarakat umum, termasuk tradisi berobosan yang dilakukan di Paningrat, hanya saja lokasi pelaksanaannya berbeda,” jelas KGPH Puger.
Menurutnya, perbedaan utama adalah destinasi akhir pemakaman, karena raja memiliki masjid sendiri serta tempat khusus bernama Parasdya di kompleks makam.
Salah satu kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi, menuturkan bahwa PB XIII sempat dirawat beberapa kali dan kondisinya naik turun selama beberapa minggu terakhir.
“Iya, cukup lama, sebelum Adang Dal beliau sempat masuk rumah sakit, kemudian lumayan sehat dan kondur (pulang). Namun setelah acara Adang Dal itu, beliau sakit lagi, masuk lagi sampai sekarang,” ujar Eddy.
“Sebenarnya sudah lama beliau sakit. Terakhir komplikasi, termasuk gula darahnya tinggi dan seterusnya. Sudah sepuh juga,” tambahnya.
Pakubuwono XIII meninggal dunia pada usia 77 tahun, setelah berjuang melawan komplikasi penyakit yang dideritanya.
Baca juga: Prosesi Kirab Jenazah Akan Iringi Pemakaman Raja Keraton Surakarta PB XIII, Ini Rutenya
Bagi masyarakat Jawa, terutama yang masih menjaga tradisi keraton, tanda alam seperti pohon tumbang, suara binatang malam, atau perubahan cuaca mendadak kerap dimaknai sebagai sasmita atau sinyal spiritual.
Tumbangnya pohon jambu mete di Pesanggrahan Langenharjo dua hari sebelum wafatnya PB XIII menjadi peristiwa yang kembali mengingatkan masyarakat akan kuatnya hubungan antara alam dan kehidupan spiritual Jawa.
Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Tanda Alam Sebelum Pakubuwono XIII Wafat, Ada Pohon Besar Tumbang di Pesanggrahan Langenharjo
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang