JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) bukan semata untuk mencari keuntungan finansial. Menurutnya, pernyataan tersebut ada benarnya, meski manfaat pengembangan kawasan belum sepenuhnya terasa.
“(Pernyataan Jokowi) ada betulnya juga sedikit, karena kan Whoosh sebetulnya ada misi regional development juga,” ujar Purbaya saat ditemui di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Ia menambahkan, agar tujuan itu terwujud, pengembangan ekonomi di sekitar jalur kereta cepat perlu diperkuat.
“Mungkin di mana ada pemberhentian di sekitar jalur Whoosh supaya ekonomi sekitar tumbuh itu harus dikembangkan ke depan. Jadi ada betulnya,” katanya.
Baca juga: Soal Gaji ASN 2026, Purbaya: Masih Didiskusikan, Saya Enggak Boleh Ceplas-Ceplos Lagi...
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pembangunan Whoosh sejak awal tidak ditujukan untuk mencari laba, melainkan sebagai investasi sosial jangka panjang.
“Prinsip dasar transportasi massal itu layanan publik, bukan mencari laba. Jadi transportasi umum tidak diukur dari keuntungan finansial, tetapi dari keuntungan sosial,” ujar Jokowi di Mangkubumen, Banjarsari, Kota Solo, Senin (27/10/2025).
Jokowi menjelaskan, proyek kereta cepat lahir dari upaya pemerintah mengatasi kemacetan parah di kawasan Jabodetabek dan Bandung yang sudah berlangsung puluhan tahun.
“Dari kemacetan itu negara rugi secara hitung-hitungan. Kalau di Jakarta saja sekitar Rp 65 triliun per tahun, kalau Jabodetabek plus Bandung kira-kira sudah di atas Rp 100 triliun,” ujarnya.
Baca juga: Jokowi Sebut Proyek Whoosh Tak Sekedar Cari Laba, Purbaya: Ada Betulnya Sedikit
Ia menambahkan, kerugian ekonomi akibat kemacetan mendorong pemerintah menghadirkan moda transportasi massal seperti KRL, MRT, LRT, dan Whoosh agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi.
Menurut Jokowi, manfaat sosial lain dari proyek Whoosh mencakup efisiensi waktu tempuh, penurunan emisi karbon, hingga peningkatan produktivitas. “Kalau ada subsidi, itu investasi, bukan kerugian seperti MRT,” katanya.
Meski memiliki manfaat sosial, proyek Whoosh juga membawa beban finansial besar. Total utang proyek ini mencapai sekitar 7,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 120,38 triliun (kurs Rp 16.500 per dollar AS). Dari total itu, 75 persen dibiayai melalui pinjaman China Development Bank (CDB) dengan bunga dua persen per tahun dan tenor 40 tahun.
Baca juga: Utang Kereta Cepat Whoosh: Antara Investasi Sosial versi Jokowi dan Beban Finansial versi BUMN