JAKARTA, KOMPAS.com — Investasi bukan sekadar hitung-hitungan imbal hasil. Ada unsur seni dalam memahami ritme hidup, mengelola emosi, dan mengambil keputusan. Konsep inilah yang diangkat dalam acara “Seni Dalam Berinvestasi – Invest Smart, Feel the Art” yang digelar Kamis (24/7/2025) di Menara Kompas, Jakarta.
Acara ini merupakan kolaborasi antara Bursa Efek Indonesia (BEI), SimInvest dari Sinarmas Sekuritas, dan Kompas.com.
Dalam sesi ini, Yusuf Adi Pradana, perwakilan dari Divisi Pengembangan Pasar BEI, menjelaskan bahwa berinvestasi bukan hanya soal teknik atau tren pasar, tapi juga tentang memahami kebutuhan pribadi dan membentuk pola hidup yang seimbang.
"Kalau kebutuhan hidup per bulan Rp 10 juta atau Rp 120 juta per tahun, maka kamu perlu punya Rp 2,4 miliar di deposito bunga 5 persen untuk bisa hidup tanpa bekerja," kata Yusuf.
Baca juga: Waspadai Investasi Bodong: Ini 6 Ciri dan Cara Menghindarinya
Ia menjelaskan pentingnya menghitung kebutuhan masa depan secara realistis sebelum menentukan target investasi.
Menurut Yusuf, generasi muda perlu lebih bijak dalam membelanjakan uangnya. Ia menekankan bahwa bukan hanya gaya hidup yang perlu disesuaikan, tetapi juga kebiasaan menabung dan menyisihkan dana secara rutin untuk investasi.
"Investasi bisa dimulai dari kecil, tapi yang penting dilakukan konsisten. Dan tidak semua orang harus langsung ke saham, kenali dulu profil risikonya," tambahnya.
Baca juga: Panduan Lengkap Memulai Investasi untuk Pemula
Salah satu konsep sederhana yang ia bagikan adalah “spending cap”.
“Spending cap itu ilmu paling sederhana. Kita harus tahu batas maksimal pengeluaran tiap bulan. Kalau bisa menahan di bawah batas itu, sisa uangnya bisa dinikmati tanpa rasa bersalah, karena investasi sudah disisihkan lebih dulu,” ujar Yusuf.
Contohnya, jika seseorang menetapkan spending cap sebesar Rp 6 juta per bulan, dan hingga tanggal 23 baru menghabiskan Rp 4 juta, maka sisa Rp 2 juta bisa digunakan bebas, tanpa gangguan rasa bersalah.
Alasannya? Karena dana investasi sudah diamankan di awal.
Baca juga: IHSG Hari Ini Terkoreksi Sampai Trading Halt, Investor Bisa Serok Saham dengan Uang Dingin
Yusuf juga mengingatkan pentingnya menggunakan uang dingin dalam investasi. Uang dingin adalah dana yang tidak dibutuhkan dalam waktu dekat dan tidak akan mengganggu kebutuhan pokok jika nilainya berkurang.
“Jangan sampai hidup susah demi punya saham. Telkom 50.000 lembar, BCA segunung, tapi makan mie instan tiap hari. Ini bukan kompetisi. Investasi itu alat menuju kebebasan, bukan gaya hidup,” ujarnya.
Jika belum punya uang dingin, kata Yusuf, berarti tugas utama adalah memperbaiki kondisi keuangan lebih dulu. Namun, ia menambahkan bahwa memulai investasi sekarang bukan hal sulit.
“Hanya dengan Rp 10.000 pun bisa mulai. Bahkan reksa dana ada yang mulai dari Rp 2.000. Tidak ada alasan,” ucapnya. Ia juga menyarankan menambah penghasilan lewat pekerjaan tambahan, seperti ojek daring atau usaha kecil lainnya, asal halal.
Baca juga: Anak Muda Makin Gemar Trading, Analis Ingatkan Literasi Keuangan
Yusuf juga menyoroti bahwa literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah, terutama dalam memahami produk pasar modal.
Karena itu, BEI secara aktif melakukan edukasi ke berbagai komunitas, termasuk pekerja kreatif dan profesional muda, agar mereka lebih siap mengambil keputusan finansial yang tepat.
Yusuf juga menyoroti praktik konsumtif yang kerap luput disadari, seperti penggunaan “pay later”. Meski kerap dianggap ringan, menurutnya layanan ini tetap tergolong utang.
“Pay later itu utang. Sudah jelas di POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan), bahkan masuk daftar catatan kredit nasional jika menunggak. Jadi jangan denial. Utang ya utang,” tegasnya.
Ia menganjurkan untuk melunasi utang terlebih dahulu, terutama yang berbunga dan konsumtif, sebelum berinvestasi.
Jika menggunakan kartu kredit, sebaiknya hanya untuk mengejar promo dan langsung dilunasi di hari yang sama.
Baca juga: Tips Trading Kripto Aman: Hindari All In dan Wajib Punya Trading Plan