KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
HR Consultant/Konsultan SDM EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Sikap Stoik dalam Kompleksitas Tempat Kerja

Kompas.com - 05/07/2025, 08:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKU sih stoik aja.” Ungkapan ini sering terdengar dari anak-anak muda ketika menghadapi konflik, kekecewaan, atau situasi yang menimbulkan emosi negatif.

Di media sosial, sikap “stoik” digambarkan sebagai cara untuk tidak peduli atau tidak reaktif sebagai bentuk keengganan untuk menunjukkan emosi. Benarkah begitu makna sebenarnya Stoikisme?

Istilah “stoik” diambil dari filsafat lama Stoikisme yang pertama kali dikembangkan oleh Zeno dari Citium sekitar 300 SM di Yunani Kuno. Lalu dikembangkan lagi oleh para filsuf besar, seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius.

Baca juga: Gaya Kepemimpinan Efektif

Stoikisme bukanlah filosofi tentang menjadi dingin, apatis, atau anti-emosi. Sebaliknya, Stoikisme adalah seni mengelola emosi dengan bijak. Bukan menekan atau menafikan situasi tertentu, melainkan dengan kesadaran mengenali, menyaring, dan memutuskan mana yang pantas mendapat energi dan perhatian kita.

Stoikisme mendorong kita untuk menumbuhkan nilai-nilai seperti keberanian, kebijaksanaan, dan disiplin diri. Jadi, bukan tentang melarikan diri dari kenyataan atau menghindari tantangan, melainkan tentang merangkul dan menemukan kedamaian batin di tengah kekacauan.

Para pemikir menanamkan prinsip-prinsip Stoikisme sebagai jalan untuk hidup bermakna, bukan hanya hidup nyaman. Dalam Meditations yang ditulis selama masa perang di tengah kekuasaan dan tanggung jawabnya yang besar, Kaisar Marcus merenungi betapa pentingnya mengatur pikiran sendiri.

Baca juga: Seni Mengelola Atasan

"Anda memiliki kekuatan atas pikiran Anda, bukan peristiwa-peristiwa di luar diri Anda. Sadarilah hal ini dan Anda akan menemukan kekuatan.”

Kita hidup dan bekerja pada era yang penuh tekanan dan tantangan. Banyak yang mulai merasa kewalahan dan mencari cara agar dapat tetap tenang di tengah arus informasi dan tuntutan yang tak kunjung reda. Bagaimana menghindari overthinking ketika ada komentar buruk tentang performa kerjanya, sikap atasan yang dingin, maupun rekan kerja yang tidak kooperatif?

Ada tiga prinsip penting Stoikisme. Pertama, kita harus tahu apa yang bisa kita kendalikan dan apa yang tidak (the dichotomy of control). Apa yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, supplier, apalagi pelanggan kita adalah di luar kontrol kita. Namun, bagaimana perasaan kita bereaksi terhadap sikap orang lain terhadap kita, sesungguhnya berada dalam kontrol penuh kita.

Baca juga: Kepemimpinan Spiritual Era Disrupsi

Atasan atau pelanggan bisa saja memaki-maki diri kita, tetapi mereka tidak memiliki akses ke dalam pikiran dan perasaan kita bila kita tidak mengizinkannya.

“Aku tidak bisa mengubah orang lain, tetapi aku bisa mengubah caraku bereaksi.”

Sudah saatnya kita mulai melihat bahwa kita bukanlah boneka yang bisa disetel untuk marah, senang, menangis kapan pun pihak lain menginginkannya. Kitalah yang seharusnya memegang kendali.

Ketika seseorang berkata kasar atau bersikap tidak adil, alih-alih membalas, dengan sadar kita memberi ruang untuk memikirkan reaksi terbaik kita, seperti kata Marcus Aurelius, “Balas dendam terbaik adalah tidak menjadi seperti musuh Anda.”

Kedua, kita diajak untuk hidup dengan kebajikan, yaitu bijaksana, berani, adil, dan menahan diri. Di tempat kerja, ini bisa menjadi pembeda antara yang larut dalam drama dan yang tetap bekerja dengan tenang. Seorang pegawai muda yang mendapat kritik keras bisa beraksi dengan marah, lalu diam-diam mulai mencari lowongan baru.

Baca juga: Membangun Chemistry

Namun, sikap Stoik mengajaknya berpikir, "Apakah kritik ini memang tentang diriku atau ini hanya persepsi sesaat dari atasan? Apa yang bisa aku pelajari dan ubah?"

Seorang Stoik tidak reaktif, tapi reflektif. Stoik mengajak kita bertindak dengan bijak, tegas tapi tidak meledak-ledak.

Ketiga, kita diajak untuk lentur beradaptasi dengan perubahan. Kaum Stoa mengajarkan kita untuk memandang perubahan bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai kesempatan untuk bertumbuh dan belajar. Pada awal AI diperkenalkan, banyak diskusi mengenai AI, tentang kelebihan dan kekurangannya. Banyak pro dan kontra yang dibahas.

Eileen Rachman.Dok EXPERD Eileen Rachman.
Namun, perubahan tidak terbendung. Jalan terbaik adalah bagaimana kita bisa terampil berselancar dengan perubahan, bagaimana kita bisa memanfaatkannya secara optimal sesuai kebutuhan dan nilai-nilai yang kita pegang. AI sebenarnya adalah sebuah alat, metode baru, seperti ketika kita dulu berkenalan dengan komputer, aplikasi kerja Excel, dan lainnya. Pada awalnya mungkin terlihat menakutkan tapi sekarang menjadi bagian dalam hidup kita.

Baca juga: Sikap Apatis

Tentu, bersikap Stoik membutuhkan latihan dan kesadaran terus-menerus. Misalnya, pada awal hari, kita menulis hal yang tidak bisa kita kendalikan hari itu (cuaca, sikap orang lain, hasil proyek) dan juga hal yang bisa kita kendalikan (niat baik, ketelitian, atau keteguhan kita).

Pada malam hari, kita telaah kembali bagaimana perjalanan pengendalian diri kita pada hari itu. Kenali apa yang dapat memicu emosi kita dan bagaimana respons lebih bijak yang dapat kita lakukan pada lain kesempatan.

Penulis Greg Sadler menyarankan latihan harian untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan buruk (negative visualization), mengenali pemicu emosi kita, dan apa yang bisa kita lakukan sambil tetap berpegang pada nilai pribadi. 

Baca juga: Manajemen Mikro, Ketika Pemimpin Jadi Penghambat

CEO Condé Nast International, Jonathan Newhouse, mengatakan, prinsip “don’t suffer imagined troubles” membuatnya lebih tenang dalam mengambil keputusan bisnis yang berisiko tinggi.

Ia juga meminta tim eksekutifnya untuk membaca The Daily Stoic agar diskusi mereka tidak hanya berbasis data, tetapi juga berpegangan pada nilai dan dilakukan dengan ketenangan berpikir.

Pelatih Seattle Seahawks, Pete Carroll, mengajak para pemainnya untuk menuliskan hal-hal yang mereka khawatirkan, lalu mendiskusikan bagaimana menghadapinya dengan kendali diri, bukan impuls.

Lebih jauh, Stoikisme bisa menjadi strategi hidup yang sehat. Ia tidak hanya pelindung terhadap stres, tetapi juga alat untuk membangun budaya kerja yang lebih stabil dan penuh kejelasan. Jika satu orang dalam tim mampu bersikap Stoik, kemungkinan besar ia akan menular. Ia membawa ketenangan dalam konflik, kejernihan dalam rapat, dan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan. Dan di sanalah, Stoikisme menemukan relevansinya di setiap situasi.

Baca juga: Pemimpin, Pentingkah Menyentuh Hati Anak Buah?

Apakah ini mudah? Tentu tidak. Namun, seperti yang ditulis Epictetus, “Tidak ada hal hebat yang tercipta secara tiba-tiba.”

Ini adalah latihan seumur hidup. Mungkin, pada era yang serbacepat ini, justru filosofi tua inilah yang bisa menjadi penyeimbang.


Terkini Lainnya
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS Pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS Pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Ekbis
Kenalin Bobibos, BBM Nabati yang Diklaim Ramah Lingkungan
Kenalin Bobibos, BBM Nabati yang Diklaim Ramah Lingkungan
Energi
PKH November 2025 Sudah Cair, Begini Cara Cek Penerimanya
PKH November 2025 Sudah Cair, Begini Cara Cek Penerimanya
Ekbis
Di Bawah Kepemimpinan Hendrik Komandangi, Bank Saqu Jadi Mitra Pertumbuhan Korporasi
Di Bawah Kepemimpinan Hendrik Komandangi, Bank Saqu Jadi Mitra Pertumbuhan Korporasi
Ekbis
Daftar Tarif Listrik Terbaru Mulai Oktober 2025, Harga per KWH untuk Semua Golongan
Daftar Tarif Listrik Terbaru Mulai Oktober 2025, Harga per KWH untuk Semua Golongan
Ekbis
IHSG Bergerak Fluktuatif, Disarankan Fokus ke Saham Defensif dan Emiten Berkinerja Solid
IHSG Bergerak Fluktuatif, Disarankan Fokus ke Saham Defensif dan Emiten Berkinerja Solid
Ekbis
Sido Muncul (SIDO) Tebar Dividen Interim Rp 647 Miliar, Cek Jadwalnya
Sido Muncul (SIDO) Tebar Dividen Interim Rp 647 Miliar, Cek Jadwalnya
Ekbis
Komentar di Artikel Lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau