JAKARTA, KOMPAS.com – Di tengah arus cepat perubahan industri dan tekanan global terhadap efisiensi, berbagai perusahaan di Indonesia dihadapkan pada dilema klasik, yakni memangkas biaya atau memperkuat daya saing.
Namun, pendekatan inovatif kini mulai menggantikan cara lama dalam menyikapi tantangan ini.
Alih-alih mengurangi tenaga kerja, pelaku industri didorong untuk berinovasi dalam menciptakan nilai tambah melalui perbaikan berkelanjutan atau continuous improvement.
Baca juga: Dari Inovasi Karyawan, Petrokimia Gresik Raup Nilai Tambah Rp 357 Miliar
Ilustrasi bisnis. Menurut data hingga Februari 2025, Indonesia menghadapi tantangan serius dengan angka pengangguran mencapai 7,28 juta orang.
Indeks produktivitas nasional juga masih tertinggal di angka 74,4. Angka ini lebih rendah dibandingkan Filipina (86,3), Singapura (82,7), dan Vietnam (80,0).
Kondisi ini diperburuk dengan meningkatnya biaya tenaga kerja yang membuat daya saing industri domestik semakin tertekan.
Untuk mendorong terciptanya budaya inovasi dan kolaborasi, CI Convention 2025 hadir sebagai platform yang mendorong kolaborasi antarindustri.
Baca juga: Lapangan Tua, Inovasi Baru: Strategi PHR Hadapi Tantangan Migas
Digelar oleh PQM Consultants pada 16 sampai 18 September 2025 di Yogyakarta, acara ini diharapkan jadi ruang pembelajaran dan transformasi nyata bagi organisasi dari berbagai sektor.
“Harapannya, ajang ini dapat membuka wawasan para pelaku bisnis agar memiliki mindset sadar biaya dan sadar terhadap proses-proses yang tidak bernilai tambah atau menimbulkan pemborosan," kata Yuwono Wijanarko, Managing Director dan Senior Consultant PQM Consultants dalam keterangannya, Kamis (10/7/2025).
"Lebih dari itu, mereka juga terdorong untuk mengambil langkah nyata,” imbuhnya.
CI Convention 2025 mengangkat tujuh pendekatan (streams) dalam inovasi proses dan peningkatan produktivitas, yaitu: Design Thinking, Suggestion System, Lean, Total Productive Maintenance (TPM), PDCA, DMAIC, dan 5S/5R.