Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nurun Najib
Dosen

Dosen Sosiologi pada Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)

Paylater dan Cermin Kerentanan

Kompas.com - 04/10/2025, 07:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LONJAKAN utang paylater di Indonesia beberapa tahun terakhir, menghadirkan keprihatinan sekaligus tanda tanya besar.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan tren yang konsisten meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2024, utang paylater masyarakat telah menembus Rp 30,36 triliun. Memasuki 2025, angkanya terus melonjak: Februari tercatat Rp 21,98 triliun di perbankan, lalu meningkat tajam menjadi Rp 30,47 triliun pada Mei.

Hanya dalam satu bulan, Juni 2025, utang ini naik lagi menjadi Rp 31,55 triliun.

Pertumbuhan Buy Now Pay Later (BNPL) tahunan (year-on-year) pun tergolong tinggi, antara 26 hingga 37 persen, bahkan lebih dari 56 persen di antaranya ada di perusahaan pembiayaan nonbank.

Fenomena ini memperlihatkan paradoks: di satu sisi, paylater dianggap memberi akses mudah bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan konsumsi.

Namun di sisi lain, lonjakan ini menandakan adanya pergeseran pola hidup yang ditandai oleh ketergantungan pada utang digital.

Baca juga: Kesehatan Mental Gen Z Kunci Masa Depan Kita (Bagian I)

Pertumbuhan puluhan triliun rupiah dalam waktu relatif singkat memperlihatkan betapa cepatnya masyarakat menyerap instrumen keuangan baru ini, meskipun konsekuensinya belum sepenuhnya dipahami oleh banyak pengguna.

Masalah mendasar yang perlu digarisbawahi adalah bahwa paylater bukanlah sekadar instrumen finansial netral.

Kehadirannya terikat erat pada transformasi kapitalisme digital yang mendorong masyarakat untuk berbelanja lebih banyak, lebih cepat, dan lebih sering.

Dengan kata lain, paylater telah menjadi bagian dari struktur sosial baru di mana konsumsi dan utang saling menguatkan.

Pertumbuhan utang yang masif menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya terdorong oleh keinginan konsumtif, tetapi juga oleh kebutuhan yang tidak terpenuhi akibat keterbatasan daya beli.

Dalam konteks ini, pertanyaan utama yang layak diajukan bukanlah sebatas “berapa besar pertumbuhan utang paylater?”, melainkan “mengapa masyarakat begitu cepat terjerat di dalamnya?”.

Pertanyaan tersebut membuka ruang analisis sosiologis lebih dalam: apakah paylater mencerminkan budaya konsumtif yang kian melekat pada kelas menengah urban, atau justru menyingkap strategi bertahan hidup kelompok rentan di tengah tekanan ekonomi?

Dengan melihatnya dari perspektif ini, kita bisa memahami paylater bukan sekadar fenomena finansial, melainkan gejala sosial yang lebih kompleks.

Kapitalisme digital dan budaya konsumerisme

Transformasi konsumsi di Indonesia dalam satu dekade terakhir tidak bisa dilepaskan dari ekspansi masif ekonomi digital.

Pertumbuhan e-commerce, aplikasi transportasi daring, hingga platform layanan pesan-antar telah mengubah cara masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kehadiran paylater menjadi simpul penting dalam ekosistem ini, karena memungkinkan masyarakat melakukan transaksi tanpa hambatan modal tunai.

Dengan sekali klik, pengguna bisa mengakses barang dan jasa yang sebelumnya membutuhkan perencanaan finansial lebih panjang.

Perubahan ini menunjukkan bagaimana teknologi keuangan (fintech) tidak sekadar menyediakan instrumen pembayaran, tetapi juga membentuk habitus baru masyarakat urban—suatu habitus yang ditandai oleh normalisasi utang sebagai bagian tak terpisahkan dari aktivitas konsumsi.

Budaya instan yang melingkupi kehidupan masyarakat digital semakin memperkuat penetrasi paylater.

Zygmunt Bauman dalam gagasan liquid modernity menggambarkan masyarakat modern sebagai entitas yang serba cair, cepat berubah, dan berorientasi pada kepuasan instan.

Paylater adalah instrumen yang mewujudkan logika ini: ia menyingkirkan hambatan temporal antara keinginan dan pemenuhan, sehingga konsumen tidak perlu menunda kepuasan.

Dengan fasilitas cicilan tanpa kartu kredit, promosi bunga rendah, dan limit yang relatif mudah diperoleh, paylater menanamkan pola pikir baru bahwa konsumsi tidak harus menunggu kesiapan finansial.

Halaman:


Terkini Lainnya
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
Cuan
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Industri
Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras Melonjak, BPS Sebut Karena Permintaan Tinggi untuk Program MBG
Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras Melonjak, BPS Sebut Karena Permintaan Tinggi untuk Program MBG
Ekbis
Target Swasembada Beras: Produksi Melonjak dan Tantangan Struktural
Target Swasembada Beras: Produksi Melonjak dan Tantangan Struktural
Ekbis
Menkeu Purbaya Siapkan Tarif Cukai Khusus untuk Tarik Produsen Rokok Ilegal ke Kawasan KIHT
Menkeu Purbaya Siapkan Tarif Cukai Khusus untuk Tarik Produsen Rokok Ilegal ke Kawasan KIHT
Ekbis
Jaga Daya Saing, AISA Luncurkan Kemasan Baru Salah Satu Produk Makanan Ringannya
Jaga Daya Saing, AISA Luncurkan Kemasan Baru Salah Satu Produk Makanan Ringannya
Cuan
Bank Mandiri Siap Salurkan Rp 3,22 Triliun BLTS Kesra 2025 lewat Jaringan Cabang hingga Mandiri Agen
Bank Mandiri Siap Salurkan Rp 3,22 Triliun BLTS Kesra 2025 lewat Jaringan Cabang hingga Mandiri Agen
Keuangan
Pemda Bisa Pinjam ke Pemerintah Pusat, Purbaya: Bunga 0,5 Persen
Pemda Bisa Pinjam ke Pemerintah Pusat, Purbaya: Bunga 0,5 Persen
Ekbis
Danantara: TOBA Sudah Declaire Tak Ikut Proyek Sampah Jadi Listrik
Danantara: TOBA Sudah Declaire Tak Ikut Proyek Sampah Jadi Listrik
Cuan
BEI Bakal Kirim Surat Keberatan ke MSCI soal Metode Penghitungan Free Float Saham
BEI Bakal Kirim Surat Keberatan ke MSCI soal Metode Penghitungan Free Float Saham
Cuan
DJP Bongkar Kasus Pencucian Uang Senilai Rp 58,2 Miliar
DJP Bongkar Kasus Pencucian Uang Senilai Rp 58,2 Miliar
Ekbis
QRIS Kini Bisa untuk Grab, Transaksi Digital Makin Mudah bagi Pengguna Muda
QRIS Kini Bisa untuk Grab, Transaksi Digital Makin Mudah bagi Pengguna Muda
Keuangan
ETF Emas Ditarget Rilis Sebelum Juni, BEI Masih Tunggu Aturan OJK
ETF Emas Ditarget Rilis Sebelum Juni, BEI Masih Tunggu Aturan OJK
Cuan
Pemerintah Siapkan Rp 180 Miliar untuk Diskon Angkutan Nataru
Pemerintah Siapkan Rp 180 Miliar untuk Diskon Angkutan Nataru
Ekbis
RI Belum Bisa jadi Negara dengan Ekonomi Syariah Terbesar Dunia, Kenapa?
RI Belum Bisa jadi Negara dengan Ekonomi Syariah Terbesar Dunia, Kenapa?
Syariah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau