Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DJP Telah Tagih Rp 7,21 Triliun Tunggakan Pajak dari 200 Pengemplang Jumbo

Kompas.com - 15/10/2025, 07:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, sebanyak Rp 7,21 triliun dari total Rp 60 triliun tunggakan pajak dari 200 pengemplang pajak telah berhasil ditagih.

Perolehan itu meningkat Rp 216 miliar dibandingkan data yang sempat diungkapkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 8 Oktober lalu.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto mengatakan, jumlah tersebut didapat dari 91 wajib pajak yang telah mulai membayar dan mencicil tagihan pajak.

"Sesuai yang disampaikan Pak Menteri, Dari Rp 60 triliun tunggakan pajak sudah bisa direalisasi sekitar Rp 7,216 triliun," ujar Bimo saat Konferensi Pers APBN KiTa di kantornya, Jakarta, Selasa (14/10/202).

Baca juga: DJP Pastikan Sistem Coretax Siap Digunakan untuk Lapor SPT Tahunan 2025

Bimo mengungkapkan, pihaknya terus melakukan penagihan aktif kepada 200 pengemplang pajak jumbo itu demi meningkatkan kepatuhan dan penerimaan negara.

Ditargetkan hingga akhir tahun ini DJP dapat menagih sekitar Rp 20 triliun. Sementara Rp 40 triliun sisanya akan ditagihkan pada 2026.

"Dari hasil rapimnas Rp 20 triliun karena ada beberapa kesulitan likuiditas dan meminta restrukturisasi utang diperpanjang," ucapnya.

Sejauh ini, dari tindakan penagihan aktif yang telah dilakukan DJP, terdapat 5 wajib pajak yang tengah mengalami kesulitan likuditas sehingga pembayaran pajaknya tersendat.

Kemudian, sebanyak 27 wajib pajak dinyatakan pailit. Sedangkan 4 wajib pajak tengah dalam oengawasan aparat penegak hukum.

Sementara 5 wajib pajak lainnya sudah dilakukan proses pelacakan aset, 9 wajib pajak telah dilakukan pencegahan terhadap pemilik manfaat, 1 wajib pajak dalam proses penyanderaan, dan 59 lainnya tengah dalam proses tindak lanjut.

Baca juga: DJP Ancam Tindakan Hukum bagi 200 Penunggak Pajak Bandel

Pada kesempatan lain, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal menjelaskan, secara total sebenarnya terdapat ribuan penunggak pajak di Indonesia.

Hanya saja yang nominal tunggakkannya fantastis dan memerlukan penanganan khusus sebanyak 200 wajib pajak.

"Yang 200 ini menjadi concern karena jumlahnya yang besar dan case-nya melibatkan banyak study dan itulah yang kemarin di highlight oleh Pak Menteri," ujar Yon saat media gathering di Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/10/2025).

Penagihan 200 pengemplang pajak ini ditangani oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). DJP telah menugaskan KPP untuk menyusun skala prioritas terkait penagihan tunggakan pajak tersebut.

Lebih lanjut dia menjelaskan, tunggakan pajak dicatat sebagai piutang apabila wajib pajak tidak mengajukan keberatan ketika sudah wajib tempo.

"Misalnya PPh. PPh diperiksa, kemudian keluar SKP (suratketetapan;pajak). PPh ini kan punya hak selama 3 bulan untuk mengajukan keberatan. Kalau selama periode itu dia tidak mengajukan keberatan berarti kan dia sudah menyetujui hasil pemeriksaan. Ya berarti dia akan dicatat sebagai piutang pajak," jelasnya.

Baca juga: Ekonomi Digital Berkembang Pesat, DJP Siapkan Strategi Pajak Baru

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS Pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS Pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Ekbis
Kenalin Bobibos, BBM Nabati yang Diklaim Ramah Lingkungan
Kenalin Bobibos, BBM Nabati yang Diklaim Ramah Lingkungan
Energi
PKH November 2025 Sudah Cair, Begini Cara Cek Penerimanya
PKH November 2025 Sudah Cair, Begini Cara Cek Penerimanya
Ekbis
Di Bawah Kepemimpinan Hendrik Komandangi, Bank Saqu Jadi Mitra Pertumbuhan Korporasi
Di Bawah Kepemimpinan Hendrik Komandangi, Bank Saqu Jadi Mitra Pertumbuhan Korporasi
Ekbis
Daftar Tarif Listrik Terbaru Mulai Oktober 2025, Harga per KWH untuk Semua Golongan
Daftar Tarif Listrik Terbaru Mulai Oktober 2025, Harga per KWH untuk Semua Golongan
Ekbis
IHSG Bergerak Fluktuatif, Disarankan Fokus ke Saham Defensif dan Emiten Berkinerja Solid
IHSG Bergerak Fluktuatif, Disarankan Fokus ke Saham Defensif dan Emiten Berkinerja Solid
Ekbis
Sido Muncul (SIDO) Tebar Dividen Interim Rp 647 Miliar, Cek Jadwalnya
Sido Muncul (SIDO) Tebar Dividen Interim Rp 647 Miliar, Cek Jadwalnya
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau