KOMPAS.com - Nvidia mencetak sejarah baru dengan menjadi perusahaan pertama yang menembus valuasi pasar sebesar 5 triliun dollar AS atau setara Rp 82.720 triliun (kurs Rp 16.544 per dollar AS).
Pencapaian ini didorong oleh lonjakan permintaan global terhadap teknologi kecerdasan buatan (AI).
Saham Nvidia naik lebih dari 4 persen pada perdagangan Rabu (29/10/2025). Kenaikan ini mempertegas posisi raksasa teknologi tersebut sebagai pemain utama dalam revolusi AI global.
Baca juga: Nvidia Beli Saham Nokia Rp 16 Triliun, Bangun Jaringan 6G Bertenaga AI
Perusahaan yang semula dikenal sebagai produsen prosesor untuk gim video kini menjelma menjadi penggerak utama industri AI.
Dilansir dari CNBC, saham Nvidia telah naik lebih dari 50 persen sejak awal tahun, setelah ditutup menguat 5 persen pada Selasa (28/10/2025).
Kenaikan nilai saham ini terjadi tidak lama setelah CEO Nvidia, Jensen Huang, mengumumkan bahwa perusahaan memperkirakan pesanan chip AI mencapai 500 miliar dollar AS atau sekitar Rp 8.272 triliun.
Ia juga mengungkapkan rencana pembangunan tujuh superkomputer baru untuk pemerintah Amerika Serikat.
Selain itu, Nvidia juga mengumumkan investasi sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 16,5 triliun di Nokia. Kemitraan strategis ini bertujuan mengembangkan teknologi jaringan seluler generasi berikutnya, 6G.
Baca juga: Qualcomm Mulai Produksi Chip AI, Tantang Bisnis AMD dan Nvidia
Kenaikan saham Nvidia turut mengangkat bursa saham Amerika Serikat ke rekor tertinggi pada Selasa.
Saham teknologi besar seperti Apple dan Microsoft juga menguat, masing-masing dengan valuasi lebih dari 4 triliun dollar AS atau sekitar Rp 66.176 triliun.
Namun, lonjakan nilai saham ini memunculkan kekhawatiran akan potensi gelembung pasar.
Lembaga keuangan global seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank of England telah memperingatkan risiko penurunan tajam jika minat investor terhadap AI melemah.
Baca juga: CEO Nvidia: Profesi Paling Dibutuhkan di Era AI, Bukan Pekerja Kantoran
CEO Ark Invest, Cathie Wood, juga menilai pasar AI mungkin menghadapi “realitas baru” dalam waktu dekat. Meski demikian, ia menolak anggapan bahwa terjadi gelembung AI.
“Jika ekspektasi kami terhadap AI benar, kita baru berada di awal dari sebuah revolusi teknologi,” ujar Wood dalam wawancara dengan CNBC di sela-sela Future Investment Initiative (FII) di Riyadh, Arab Saudi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang