KOMPAS.com – Dunia kerja tengah bergerak menuju arah yang tidak sepenuhnya pasti. Di tengah gejolak geopolitik, tekanan ekonomi, dan kekhawatiran akan keberlanjutan lingkungan, perusahaan-perusahaan justru dihadapkan pada pertanyaan mendasar: bagaimana tetap tumbuh tanpa kehilangan arah?
Laporan tahunan Global Talent Trends 2024–2025 dari Mercer memberikan gambaran yang cukup jelas. Di satu sisi, para pebisnis optimistis bahwa pertumbuhan masih mungkin diraih.
Tapi di sisi lain, mereka juga menyadari bahwa pertumbuhan tidak akan terjadi tanpa SDM yang benar-benar siap, bukan sekadar secara teknis, tapi juga secara budaya dan mental.
“Pertanyaannya bukan hanya bagaimana teknologi bisa membantu kita, tapi bagaimana kita bisa memastikan orang-orang kita ikut bertumbuh bersama perubahan itu,” ujar Isdar Marwan, Market Leader, Mercer Indonesia dalam keterangan resminya, dikutip pada Sabtu (26/7/2025).
Baca juga: Menaker: Efisiensi Anggaran Tak Ganggu Program Peningkatan SDM
Berikut ini adalah beberapa penyebab pekerja di Indonesia seringkali kurang efisien dan produktivitas kerjanya tidak optimal:
1. Produktivitas harus dimulai dari SDM
Bagi banyak perusahaan, istilah produktivitas mungkin sudah lama terdengar akrab. Namun dalam realitasnya, banyak perusahaan masih berkutat pada masalah yang sama: terlalu banyak pekerjaan yang tidak memberi dampak nyata.
Data Mercer menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen waktu kerja saat ini masih dihabiskan untuk hal-hal repetitif, administratif, dan cenderung membebani. Padahal, kebutuhan utama perusahaan saat ini justru terletak pada kreativitas, kolaborasi, dan kemampuan untuk beradaptasi.
“Pekerjaan kita terlihat sibuk, tapi sering kali tidak efektif. Yang dikejar angka, tapi lupa bahwa produktivitas terbaik lahir dari orang-orang yang merasa dihargai dan diberi ruang berpikir,” ujar Isdar Marwan.
2. Kepercayaan karyawan turun
Salah satu catatan penting dalam laporan ini adalah menurunnya kepercayaan karyawan terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Hanya 69 persen responden global yang percaya bahwa perusahaan mereka akan "melakukan hal yang benar" bagi karyawan, turun signifikan dari dua tahun lalu.
Masalahnya tidak selalu gaji. Lebih dari itu, banyak karyawan merasa janji-janji tidak ditepati, promosi tidak transparan, atau keputusan besar tidak dikomunikasikan dengan baik. Semua ini menciptakan ruang kosong dalam relasi antara manajemen dan karyawan.
“Begitu kepercayaan itu hilang, sulit membangun semangat kerja yang tulus. Orang jadi datang kerja hanya untuk menggugurkan kewajiban,” kata Isdar Marwan.
Baca juga: Cari Kerjaan Susah? Bahlil: Lapangan Kerja Ada, tapi Sudah Siap Belum SDM-nya?
3. Kesejahteraan (well-being)
Lelah secara fisik dan mental juga menjadi masalah yang makin sering muncul. Bahkan, 8 dari 10 pekerja global menyebut dirinya berisiko mengalami burnout. Penyebabnya beragam, di antaranya adalah tekanan pekerjaan yang meningkat, beban hidup yang bertambah, hingga cara kerja yang makin rumit.